Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

10 Tahun Hanya Gimmick, Reformasi Institusional Kepolisian yang Sejati Harus Dijalankan



Denpasar – gejolak demonstrasi yang terjadi sejak Agustus dimana dilakukannya penanganan polisi yang dinilai berlebihan terhadap massa unjuk rasa, Presiden Prabowo Subianto memulai penyusunan tim reformasi Polri.

 

Upaya Presiden Prabowo menanggapi desakan rakyat untuk mereformasi polri disambut oleh apresiasi oleh Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Bali. Pasalnya, menurut PBHI Bali, reformasi polri yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi dinilai sebagai reformasi palsu yang hanyalah gimmick semata.

 

“Janji reformasi yang digembar-gemborkan 10 tahun terakhir ternyata hanya melahirkan reformasi palsu yang berujung pada praktik kekerasan aparat, represi terhadap rakyat, serta kriminalisasi terhadap demokrasi,” ujar Fitra Octora, Ketua Badan Pengurus Wilayah PBHI Bali dalam konferensi pers “10 Tahun Reformasi Palsu Lahirkan Kekerasan Aparat: Jalankan Reformasi Institusional Kepolisian yang Sejati” yang diadakan bersama Front Mahasiswa Nasional Cabang Denpasar dan EquityPals di Denpasar, Kamis (18/9/2025).

 

Prabowo Harus Menjalankan Reformasi Sistemik, Bukan Gimmick

 

Fitra menekankan bahwa walaupun PBHI Bali mengapresiasi langkah yang dilakukan oleh Presiden Prabowo, langkah ini harus ditindaklanjuti dengan langkah nyata dengan menjalankan reformasi yang struktural.

 

“Sudah seharusnya ada program evaluasi dan perbaikan sistemik yang terinstitusionalisasi, bukan sekadar respons jangka pendek,” katanya.



Menurutnya, pentingnya perbaikan sistemik didasari oleh masalah fundamental polri berada dalam soal kultur, regulasi, dan struktur. Akibatnya, pembenahan tidak bisa lagi setengah-setengah.

 

Tomy selaku anggota Pimpinan Cabang Front Mahasiswa (FMN) Cabang Denpasar menjabarkan beberapa contoh reformasi gimmick yang dijalankan pemerintahan Jokowi mulai dari tim ad hoc kasus Ferdy Sambo, tragedi Kanjuruhan, sampai peristiwa 28 Agustus yang tidak menyasar pada dugaan pelanggaran berat HAM hingga menyebabkan 10 warga sipil meninggal dunia.

 

“Problem mendasar seperti kultur kekerasan, lemahnya akuntabilitas, dan absennya perspektif HAM dalam tubuh Polri tidak pernah diperbaiki. Inilah yang kami sebut sebagai 10 tahun reformasi palsu,” ujarnya.

 

FMN juga memandang bagaimana kegagalan reformasi polri 10 tahun terakhir menjadi latar belakang kejadian penanganan polisi yang berlebihan dan cenderung intimidatif di Bali pada 30 Agustus kemarin.

 

Reformasi Institusional sebagai Indikator Demokrasi, Pondasi Supremasi Sipil, dan Perbaikan Ekonomi

 

Komang Abi mewakili EquityPals menyampaikan bahwa perbaikan institusi Polri akan menjadi tolak ukur di tiga komponen penguatan NKRI yaitu perbaikan demokrasi, supremasi sipil, dan kondisi ekonomi yang dapat dijawab dengan adanya stabilitas hukum dan keamanan.

 

Abi menjelaskan bahwa penyalahgunaan wewenang polri menjadikannya berhadap-hadapan dengan demokrasi. Hal ini menyebabkan penilaian Indonesia sebagai flawed democracy dan Obstructed Democracy oleh The Economist Intelligence Unit dan Civicus.

 

Abi juga menilai bahwa setiap praktik kekerasan aparat, kriminalisasi, atau represi terhadap aksi massa yang terekspos publik berpotensi langsung merusak kepercayaan wisatawan, investor, dan pelaku usaha.

 

“Reformasi Polri yang sejati bukan hanya syarat demokrasi, melainkan juga syarat keberlangsungan ekonomi Bali,” kata Abi.



Reformasi polri lagi-lagi bukan hanya diperlukan tetapi juga adalah mandat konstitusional yang harus dijalankan Presiden.

 

“Perbaikan dan kemajuan Polri adalah mandat konstitusional. UU Polri kini sudah berusia 23 tahun,” ujar Fitra, Ketua PBHI Bali.

 

PBHI Bali, FMN, dan EquityPals pada akhirnya menekankan bahwa evaluasi dan perbaikan sistemik Polri harus tetap dalam kerangka reformasi konstitusional dan institusional yang akan menjadi pijakan perbaikan multi-aspek yang menyasar di titik hulu, dan menjadi katalisator bagi perbaikan NKRI ke depan. Tidak hanya menjadi ajang gimmick pihak tertentu yang justru berpotensi akan menunda bahkan membajak agenda reformasi dan berubah menjadi agenda politisasi.

Posting Komentar untuk "10 Tahun Hanya Gimmick, Reformasi Institusional Kepolisian yang Sejati Harus Dijalankan"