Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Reportase

Membangun Kesadaran Kolektif Berlawan Petani Polombangkeng Takalar Melalui Nobar Film Pesta Oligarki !

Polombangkeng adalah suatu wilayah yang berada di kabupaten Takalar yang hampir setengah luas wilayahnya terdapat HGU perkebunan tebu milik perusahaan Negara yaitu PTPN XIV yang saat ini bertransformasi menjadi PTPN 1 wilayah 8. Luas HGU PTPN berkisar 6.700 ha yang mencakup 11 desa dan 3 kecamatan. Keberadaan perkebunan tebu dan pabrik gula di Takalar selalu dipromosikan sebagai suatu kebang gan bagi pemerintah Takalar. Namun itu tidak serta merta dirasakan oleh warga Takalar terkhususnya kaum tani yang ada di Polombangkeng. Sebab tanaman tebu PTPN ternyata tumbuh di atas tanah rakyat yang kemudian dirampas oleh perusahaan yang disokong oleh pemerintah sejak tahun 1980an.   Hingga saat ini terhitung sudah 40 tahun tanah tersebut dirampas, selama itu pula kaum tani Polombangkeng tak henti-hentinya melakukan perjuangan untuk merebut kembali tanahnya. Waktu yang begitu panjang juga dibarengi dengan silih bergantinya pemerintahan disemua tingkatan. Pergantian tersebut nyatanya tidak me

Aliansi Sulawesi Tanpa Polusi : Tiada Artinya Pimpinan Berganti Jika PLTU Industri Terus Beroperasi !

Makassar - Aliansi Sulawesi Tanpa Polusi (Sulosii) menyebut Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik (Perpres 112/2022) masih membuka celah bagi Industri memiliki PLTU sendiri. Padahal, PLTU adalah salah satu penyumbang polusi dan sejumlah sumber penyakit. Karena itu, mereka melakukan Aksi Kampanye ‘Matikan PLTU Captive’ di Pantai Losari, Makassar, Ahad, 20 Oktober 2024. Pesan itu bertujuan untuk mengedukasi masyarakat soal dampak buruk PLTU bagi keberlangsungan lingkungan. Disisi lain, mereka juga meminta kepada Presiden RI terpilih, Prabowo Subianto untuk merevisi Perpres ala Joko Widodo yang cenderung tak berkeadilan lingkungan dan sosial.  “Aksi ini kami lakukan guna mendesak presiden terpilih untuk tidak meneruskan penggunaan energi kotor dan segera merevisi perpres 112/2022 demi kepentingan masyarakat dan lingkungan,” ujar Tim Kampanye WALHI Sulsel, Muhajir. Sebab, bagi hajir, Perpres No. 112/2022 itu

Parade Perahu dan Pembentangan Spanduk Raksasa, Cara AGRA Sampaikan Tuntututan Pada Presiden yang Baru !

Jakarta, 20 oktober 2024. Dalam menyambut pelantikan presiden Prabowo - Gibran, Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) melaksanakan aksi Simbolik berupa Do’a Bersama dan Parade Perahu serta pembentangan baliho yang berisi tuntutan-tuntutan rakyat di Teluk Jakarta. Aksi ini dimulai dari kali Dadap menuju pantai depan PIK 2 yang diikuti oleh 50-an perahu Nelayan. Aksi simbolik ini untuk memberikan peringatan kepada pemerintah yang di lantik yaitu Prabowo-Gibran agar tidak melanjutkan semua kebijakan dan program pemerintahan Jokowi yang telah terbukti hanya melahirkan penderitaan rakyat. Undang-undang Cipta Kerja yang ditetapkan di era pemerintahan Jokowi yang sejak direncanakan hingga ditetapkan telah mendapatkan penolakan dari rakyat harus menjadi agenda mendesak pemerintahan Prabowo untuk di Cabut karena hanya menjadi legitimasi bagi politik upah murah bagi kaum buruh di perkotaan dan mempermudah perampasan tanah, penggusuran rumah dan ruang hidup rakyat. Begitu juga dengan

GRAMT Suarakan Kegagalan Jokowi dan Serukan Perlawanan untuk Rezim Selanjutnya.

  Jum’at, 11 Oktober 2024. Puluhan massa aksi yang mengatasnamakan Gerakan Rakyat Anti Monopoli Tanah (GRAMT) melakukan aksi di depan kantor DPRD Provinsi Sulawesi Selatan. Gerakan yang diinisiasi oleh beberapa organisasi yang terdiri dari mahasiswa, tani, masyarakat adat, NGO, memulai aksi pada pukul 13.30 wita. Massa aksi didominasi oleh warga yang menggunakan pakaian adat dari beberapa daerah seperti masyarakat adat Kajang Bulukumba. Aksi yang mereka lakukan diakhir masa pemerintahan Jokowi merupakan bentuk kemarahan rakyat atas 10 tahun kinerja Jokowi yang dinilai membelakangi pekentingan rakyat.   Pada pidato kenegaraan terakhir tersebut, Joko Widodo mengklaim selama 10 tahun pemerintahannya telah mencapai sejumlah keberhasilan seperti pembangunan merata dan berkeadilan yang ‘indonesiasentris’, peningkatan pertumbuhan ekonomi, ketahanan pada perubahan iklim, ekonomi hijau dan transisi energi berkeadilan. Joko Widodo juga menyebut keberhasilan pemerintah menyusun kebijakan str

Menangih Itikad Baik Negara Terhadap Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Sebagai Jalan Keluar Konflik Tenurial Berkepanjangan.

10 Tahun Kegagalan Jokowi, Pemerintahan Baru dan  Agenda Masyarakat Adat RUU Masyarakat Adat Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat telah diusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat sejak tahun 2010 lalu. RUU ini telah masuk dalam Program Legislasi Nasional Prolegnas pada tahun 2014 lalu dan telah masuk ke dalam Prolegnas sebanyak tiga kali. Namun, hingga saat ini, RUU Masyarakat Adat belum juga disahkan oleh pemerintah karena beragam kepentingan yang dimiliki oleh tiap lapisan masyarakat, pengalaman dan pengetahuan beragam yang dimiliki, komitmen terhadap pengesahan RUU masyarakat adat yang terbatas, serta hambatan komunikasi dan partisipasi yang belum efektif. Padahal ini merupakan perangkat hukum yang fokus untuk memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat adat bila disahkan. RUU ini menjadi dasar untuk melindungi dan memenuhi hak konstitusional masyarakat adat. Akan tetapi, hingga saat ini, belum ada payung hukum yang secara menyeluruh dapat memberikan perlindungan kepada

AGRA Dadap Hentikan Pemasangan Tiang Pancang dan Tegaskan Proyek NCICD Rusak Rumah Warga Hingga Rugikan Nelayan.

HENTIKAN PROYEK NCICD!  PUPR HARUS REALISASIKAN JANJI! Dadap, 4 Oktober 2024. PT. Wika-Hutama yang sedang melakukan pemasangan tiang pancang untuk pembangunan tanggul pesisir ibu kota negara (National Capital Integrated Coastal Development / NCICD) dibawah program Kementerian PUPR pada tanggal 03 Oktober dihentikan warga Kampung Baru Dadap. Aksi penghentian proyek tersebut dilanjutkan kembali pada hari ini (04/10) dalam bentuk pemasangan spanduk protes. Warga Dadap yang mayoritas nelayan menghentikan pemancangan pinggiran Sungai oleh pengembang PT. Wika karena aktifitas pemancangan menambah lebar rumah warga yang harus terbongkar. Pemancangan yang dilakukan pada hari Kamis 3 Oktober 2024 memaksa Pak Herman (salah satu warga) yang sebelumnya telah membongkar sebagian rumahnya harus memotong lagi sebagian asbes rumahnya, karena lebar pemancangan diperluas dari yang sebelumnya 35 meter sesuai sosialisai menjadi 36,14 meter lebar Sungai berdasarkan hasil pengukuran manual warga. Setelah as