Upaya Pelepasam Tanggung Jawab Negara Dalam Dunia Pendidikan Melalui Skema PTN-BH
Dokumentasi aksi Mahasiswa UNM menolak PTN BH |
UPAYA PELEPASAN TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM DUNIA PENDIDIKAN
MELALUI SKEMA PTN BH YANG MENGORIENTASIKAN PENDIDIKAN UNTUK MENGABDI
KEPADA IMPERIALISME DAN FEODALISME
Penulis/Editor: Dep. Pendidikan & Propaganda FMN
Makassar
Intervensi untuk Liberalisasi dan Privatisasi Pendidikan
Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum atau yang sering disebut PTN BH merupakan perguruan tinggi negeri yang didirikan oleh pemerintah dengan status sebagai badan hukum publik otonom yang lahir dari perjanjian General Agreement on Trade in Services (GATS) dan berlaku sejak januari 1995. Perjanjian tersebut dimotori oleh negeri Imperialis dibawah dominasi Amerika Serikat dan dituntaskan dalam pertemuan yang dinamakan Putaran Uruguay. Melalui perjanjian GATS, Indonesia menetapkan terlibat dalam skema untuk meliberalisasi 12 sektor jasa, di mana salah satunya adalah pendidikan.
Keberhasilan dari lembaga yang didominasi oleh Amerika Serikat tersebut dalam melakukan liberalisasi terus disempurnakan melalui berbagai kerjasama dan pemberian bantuan mengikat. Seiring dengan rangkaian kerjasama Indonesia dengan IMF pada tahun 1997, salah satu dari Letter of Intent (LoI) yang dibentuk adalah paket bantuan untuk pendidikan Indonesia sebesar US$ 400 juta. Paket pinjaman tersebut meliputi liberalisasi sektor pendidikan tinggi dengan menjadikan universitas berstatus dan bentuk pengelolaan Badan Hukum, serta secara nasional melahirkan Undang-undang No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hasilnya masih dapat dirasakan oleh rakyat, khususnya pemuda saat ini. Jenjang pendidikan sangat sulit dijangkau oleh rakyat Indonesia, terlebih jenjang pendidikan tinggi.
Sementara itu World Bank pun melakukan hal yang tidak jauh berbeda dengan WTO dan IMF. Proyek awal World Bank untuk pendidikan di Indonesia adalah University Research For Graduate Education (URGE) yang kemudian dilanjutkan dengan Development Of Undergraduate Education (DUE) dan Quality Undergraduate Education (QUE). Proyek tersebut mengusung tema “Paradigma Baru” dalam dunia pendidikan. Pendidikan tidak lagi diposisikan sebagai bagian dari tanggung jawab negara/pemerintah untuk menyelenggarakannya. Pendidikan menjadi bagian dari sasaran bisnis dan investasi serta untuk menopang kepentingan perusahaan besar melalui riset-risetnya. Dalam program yang lebih lengkapnya, World Bank bersama UNESCO membentuk Higher Education for Compt Project (HECP) yang kemudian berganti dengan Indonesia Managing Higher Education for Relevance and Efficiency (IMHERE). Tujuan utamanya adalah untuk memastikan adanya sistem pendidikan tinggi yang menjamin liberalisasi dapat dilakukan melalui praktik otonomi institusi. Imbalan dari liberalisasi pendidikan tersebut tidak lain adalah kucuran dana untuk mebiayai IMHERE sebesar US$ 114,54 juta. Hasilnya yaitu lahirnya UU BHP pada 2009 yang kemudian dicabut oleh Mahkamah Konstitusi pada Maret 2010. Pasca ketiadaan peraturan UU BHP, World Bank kembali mendikte Indonesia secara langsung, “A new BHP must be passed to establish the independent legal status of all education institutions in Indonesia (public and private), there by making BHMN has a legal subset of BHP”. Permintaan tersebut kemudian direspon dengan melahirkan UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi yang menjadi dasar hukum bagi PTN BH hingga sekarang.
Skema dan ilusi PTN BH
PTN BH merupakan perguruan tinggi yang memiliki otonomi penuh baik akademik maupun non akademik. Istilah PTN BH muncul pertama kali di UU No. 12/2012 pasal 65 ayat 1: penyelenggaraan otonomi perguruan tinggi dapat diberikan secara selektif berdasarkan evaluasi kinerja oleh Menteri kepada PTN dengan menerapkan pola pengelolaan keuangan BLU atau dengan membentuk PTN BH untuk menghasilkan Pendidikan yang bermutu. Artinya, pemerintah Republik Indonesia mengalihkan beban pengelolaan pendanaan pendidikan kepada kampus proyeksi PTN BH.
PTN BH adalah skema liberalisasi pendidikan di Indonesia yang menghianati cita-cita bangsa, khususnya dalam Alinea Keempat UUD 1945. Pelepasan tanggung jawab negara pada kebutuhan rakyat, termasuk pendidikan, hal tersebut menjadi bukti nyata berjalannya haluan ekonomi neoliberal di Republik Indonesia. APBN sebesar 20% untuk sektor pendidikan kini tidak berperan banyak dalam mencegah laju komersialisasi dan privatisasi pendidikan di Indonesia. Sebab, lewat status PTN BH pemerintah akan secara berkala mencabut subsidi perguruan tinggi setiap tahunnya, dan membiarkan perguruan tinggi untuk membiayai dirinya sendiri lewat komersialisasi fasilitas, peningkatan biaya kuliah (UKT), serta kerjasama komersil dengan berbagai korporasi. Hal tersebut sangat terlihat di “jalur mandiri”, di mana kuotanya bisa mencapai 50%, diatur lewat Permendikbud No. 48 tahun 2022. Jalur mandiri dikenal sebagai jalur yang hanya bisa diakses oleh orang dengan ekonomi tinggi karena mengharuskan pembayaran uang pangkal/IPI serta UKT yang lebih tinggi dibandingkan jalur lain, yaitu SNBP (undangan) dan SNBT (tes).
PTN BH juga mengubah orientasi pendidikan menjadi pendidikan yang berorientasi provit atau bisnis sedangkan kita ketahui bersama bahwa pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang diterjemahkan dalam tri dharma perguruan tinggi. Penjelasan tersebut telah memperlihatkan bahwa PTN BH merupakan intervensi langsung dari negeri Imperialis melalui lembaga internasionalnya untuk terus memastikan liberalisasi pendidikan, sehingga dapat dijadikan sebagai arena bisnis dan investasi yang menguntungkan.
Dalam perkembangannya, para intelektual borjuis terus mengilusi rakyat khususnya mahasiswa bahwa konsep PTN BH merupakan konsep yang ideal dan bisa menurunkan biaya pendidikan yang dibebankan pada mahasiswa karena terdapat sumber pendanaan lain dari unit usaha dan kerjasama dengan pihak korporasi. Pendapat tersebut hanyalah ilusi karena tanggung jawab untuk pendanaan pendidikan adalah tanggung jawab negara, rakyat telah membayar pajak dan memberi mandat pada pemerintah indonesia untuk mengolah kekayaan alam yang sebesar-besarnya dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. Disisi lain, tiga pilar perguruan tinggi adalah pendidikan, penelitian dan pengabdian bukan bisnis, jika ingin berbisnis bisa menggunakan BUMN yang ada dan mengambil alih semua perusahaan swasta yang menyangkut hidup hajat orang banyak untuk meningkatkan pendapatan negara sesuai dengan amanat pasal 33 UUD 1945.
Selain hanya mengilusi, fakta terkait praktek PTN BH juga telah terbukti gagal meringankan biaya pendidikan yang ditanggung oleh mahasiswa karena kerjasama dengan berbagai perusahaan dan berbagai bisnis sampingan dari perguruan tinggi pada faktanya tidak memberikan pemasukan yang berarti. Karena tentu perusahaan-perusahaan yang bekerjasama dengan PTN tidak akan secara sukarela memberikan bantuannya. Kita bisa melihat kampus dengan status PTN BH yang terus mengalami kenaikan biaya kuliah dan pendapatan yang sangat timpang antara pendapatan yang bersumber dari UKT mahasiswa begitu besar dibandingkan pendapatan dari unit usaha dan kerjasama industrinya. contohnya, pendapatan Universitas Hasanuddin pada tahun 2022 yang bersumber dari biaya pendidikan sebesar Rp. 221.511.348.791,- sedangkan pendapatan yang bersumber dari unit usahanya hanya Rp. 53.038.788.358,- begitupun dengan kampus PTN BH lainnya.
Dengan kenaikan biaya kuliah yang semakin massif untuk menutupi biaya operasional, kampus PTN BH justru mengeluarkan kebijakan student loan yang telah terbukti gagal di Amerika Serikat. Skema tersebut merupakan karpet merah bagi masuknya lembaga kapital finance milik imperialis untuk melancarkan modalnya masuk dalam dunia pendidikan.
Student loan melahirkan utang pendidikan yang menumpuk dan menjadi beban rakyat AS. Akibat kebijakan tersebut, 70% dari mahasiswa di AS adalah penerima Student Loan dan lebih dari 44 juta di antaranya memiliki total pinjaman senilai US$ 1,4 triliun. Penelitian dari One Wisconsin Institute mengemukakan bahwa butuh 19,7 tahun bagi mahasiswa untuk dapat melunasi utang pendidikan tersebut. Bank Sentral AS (The Fed) menyampaikan bahwa akibat dari kebijakan tersebut, rakyat AS memiliki rata – rata sisa pinjaman pendidikan atau sisa hutang sebesar US$ 33.765 per orang di usia 40 tahun.
Sialnya, kebijakan tersebut justru terus dipromosikan oleh AS ke berbagai negeri agar segera diterapkan. Hal ini tentu merupakan kebijakan yang hanya menguntungkan institusi keuangan karena terus mendapat ruang untuk melipatgandakan kapitalnya. Student Loan merupakan kebijakan yang akan membagi untung antara pemerintah dengan lembaga keuangan, sementara rakyat akan terjerat utang yang semakin bengkak.
UNM PTN BH?
Dokumentasi aksi Mahasiswa UNM menolak PTN BH
UNM menyandang status PTN BLU sejak tahun 2019, sejak peralihan status tersebut, Rektor UNM berkomitmen untuk mempercepat peralihan status menuju PTN BH. Sejak wacana UNM PTN BH bergulir, tentunya tidak mudah untuk diraih oleh UNM karena kondisi kampus yang jauh dari kampus layak berstandar internasional dan sumber keuangan selain dari UKT mahasiswa juga masih sangat minim.
Beberapa tahun terakhir sejak diberlakukannya sistem UKT, Biaya kuliah terus mengalami kenaikan tiap tahunnya. Hal tersebut membuktikan bahwa UNM belum mampu meningkatkan pendapatannya selain menarik pendapatan yang besar dari Mahasiswanya melalui UKT. Disisi lain jika dilihat dari unit usahanya, UNM belum memiliki unit usaha yang besar untuk menopang biaya operasional kampus jika nantinya beralih status jadi PTN BH. Disisi lain, pengelolaan keuangan di UNM juga dinilai masih sangat tertutup dan belum bisa diakses oleh mahasiswa, hal tersebut terbukti dengan beberapakalinya mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa hanya untuk meminta transparansi anggaran yang ada di UNM namun seringkali tidak mendapat respon dari pihak Dekanat ataupun Rektorat.
Pengelolaan kampus UNM selama ini telah banyak melanggar peraturan diatasnya, seperti peraturan menteri tentang penerimaan mahasiswa baru, tentang UKT dll, sehingga jika diberikan hak otonomi penuh maka dapat dipastikan bahwa hal tersebut akan disalahgunakan dan akan memutus harapan jutaan pemuda di indonesia.
Mahasiswa UNM Bangkit, Berorganisasi dan Berjuang menolak PTN BH!
Dokumentasi aksi Mahasiswa UNM menolak PTN BH
Kondisi kampus yang menyandang status PTN BH semakin sulit untuk diakses oleh pemuda karena semakin naiknya biaya pendidikan, Begitu pula nasib dan masa depan mahasiswa yang terus dibelenggu oleh skema pendidikan yang menjauhkan dirinya dari realita kehidupan rakyat.
Atas situasi tersebut, maka mahasiswa UNM bersama dengan mahasiswa indonesia lainnya harus kembali bangkit dan mengambil peran aktif dalam penolakan kampus menuju PTN BH dan secara umum menolak liberalisasi, privatisasi dan komersialisasi pendidikan demi terwujudnya pendidikan yang ilmiah, demokratis dan mengabdi pada rakyat.
Tidak sampai disitu, perjuangan organisasi dan gerakan mahasiswa harus pula menyadari pentingnya mempersatukan diri dengan berbagai organisasi sektor rakyat lainnya. Gerakan mahasiswa harus bersatu dengan gerakan buruh, tani, perempuan, serta sektor rakyat tertindas lainnya. Karena persoalan dan masalah pokok dari mahasiswa tetap sama dengan persoalan pokok rakyat Indonesia, yaitu akibat dominasi dan monopoli atas tanah dan keterbelakangan industri di Indonesia. Persoalan tersebut harus diperjuangkan dan dimenangkan secara bersama oleh seluruh rakyat tertindas.
Pemuda Mahasiswa
Bangkit, berorganisasi & Berjuang
Front Mahasiswa Ranting UNM : 085394240556
Tolak PTN BH!
BalasHapusCabut UU Dikti!
Bubarkan WTO!