Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Indonesia Emas 2045: Antara Impian dan Realitas

Penulis : Ahmad Alimun Ali Musa Firdaus (FMN UNTIRTA / Universitas Sultan Agung Tirtayasa)

Gambar : Agoes Jumianto


Narasi Indonesia emas banyak sudah digaungkan di ruang publik sebagai canangan menyambut satu abad Indonesia merdeka. Berbagai indikator diberikan, mulai dari bidang ekonomi, sosial dan lingkungan. Melihat indikator yang diproyeksikan pemerintah, banyak juga masyarakat yang pesimis, karena terlalu mustahil untuk menjadi sebuah target dalam tenggat waktu sekitar 20 tahun lagi. Melihat RJPN 2025-2045 dalam bidang ekonomi, pemerintah memproyeksikan pendapatan perkapita di angka USD 23.000-30.000, mengharapkan pertumbuhan ekonomi mencapai 8%, kemiskinan hanya berkisar antara 0,5-08%, tak hanya itu, pemerintah juga menargetkan ketimpangan pendapatan (Rasio Gini) dan ketimpangan antar wilayah yang secara berurutan berkisar antara 0,29-0,32 dan 28,5% titik peningkatan untuk kontribusi PDRB KTI. Tapi apakah mungkin hal tersebut terwujud? Apakah sistem yang kita gunakan relevan? Apakah basis ekonomi kita sesuai? Bagaimana dengan sistem pemerintahan dan pelayanan publik, apakah mencerminkan meritokrasi? Maka sudut pandang marxian sangat cocok untuk menjadi pisau analisis dalam melihat situasi saat ini.


Keadaan suprastruktur masyarakat pada dasarnya didirikan di atas fondasi basis sistem ekonomi, yang selanjutnya dibuat pelaksanaan dalam bentuk regulasi atau konstitusi, sehingga mampu melahirkan ide atau kesadaran masyarakat. Antara basis dan suprastruktur pada akhirnya saling mengukuhkan satu sama lain. Basis mengadakan suprastruktur dan suprastruktur yang terbentuk mempertahankan basis itu sendiri (Marx & Friedrich, 2004).


Tentu kita tidak ingin target ketimpangan yang diproyeksikan oleh pemerintah menjadi halusinasi belaka. Bagaimana mungkin menciptakan negara dan masyarakat tanpa ketimpangan, tapi menggunakan sistem yang justru menjadi penyebab lahirnya ketimpangan itu sendiri. Adanya realitas sekarang (ketimpangan, kemiskinan dan lain-lain) terjadi akibat suprastruktur yang dibangun diatas basis sistem ekonomi yang keliru. Realitas ini memberikan kenyataan pahit, kita tidak hanya cukup memfokuskan pandangan pada pembangunan ekonomi untuk mengurangi ketimpangan, tapi harus memberanikan diri melihat keadaan objektif secara lebih mendasar, bahwa basis ekonomi yang diterapkan yang menjadi masalah. Diatas basis ekonomi juga kita bangun suprastruktur yang mengimplikasikan ide/kesadaran di tengah masyarakat. Dalam RJPN, pemerintah mencanangkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mencapai 0,73. IPM yang di bangun di atas basis ekonomi modal, akan menghantarkan kesadaran palsu di tengah masyarakat, karena kesadaran yang terjadi pada akhirnya membuat masyarakat menghambakan pikirannya kepada kapital. Itu adalah konsekuensi logis akibat ide/kesadaran yang di bangun di atas basis sistem ekonomi yang tidak sesuai. Faktanya skor IQ rata-rata orang Indonesia mentok hanya di angka 87. Artinya ada permasalahan mendasar yang menciptakan keadaan yang sekarang ini terjadi. Suprastruktur dilahirkan melalui sistem ekonomi, basis ekonomi itu yang pada akhirnya melahirkan keadaan objektif Indonesia saat ini.


Meritokrasi pada akhirnya pun jauh dari harapan rakyat, karena kepentingan yang digarap oleh pemerintah bukan untuk masyarakat luas, tapi hanya untuk kepentingan kapital. Terjadi lingkaran iblis yang akhirnya berputar di kalangan elite negara. Imperialis, feodal dan kapitalis birokrat yang akhirnya menghendaki suprastruktur di bangun di atas basis ekonomi yang sekarang ini ada. Lingkaran ini yang mengharuskan negara berpihak kepada pemodal dan bukan kepada rakyat. Imperialis atas nama kepentingan ekspansi akan melakukan penanaman modal ke negara-negara berkembang. Untuk menjalankan modalnya, para borjuis komprador itu membutuhkan lahan untuk mendirikan usahanya, namun mereka tidak ingin mendapatkan hambatan yang berarti, pada akhirnya melalui politik oligarki, mereka memaksa para pemangku kebijakan untuk bisa membuat aturan yang bisa menguntungkan para elite imperialis tersebut. Oleh karenanya bermunculan para kapitalis birokrat (pejabat yang pro kapital). Produk kebijakannya cukup beragam dan bisa kita rasakan. Namun yang paling menonjol adalah proyek-proyek yang diberikan label Proyek Strategis Nasional. PSN ini bentuk konkrit dari usaha pemerintah melanggengkan para pemilik modal untuk bisa merampas hak milik rakyat. Dengan adanya label PSN mengharuskan masyarakat menjual tanahnya kepada negara dengan harga yang jauh lebih murah dibanding sebelum di PSN-kan. Terlebih adanya status PSN juga memberikan ruang kepada aparat baik kepolisian atau militer menjaga lokasi proyek yang berstatus PSN. Hal ini juga merupakan konsekuensi logis dari suprastruktur dalam hal pelaksanaan ide berbentuk regulasi yang di bangun di atas fondasi sistem ekonomi. Artinya pemerintahan dan pelayanan publik tidak mungkin bisa tercapai meritokrasinya apabila masih di kendalikan oleh kepentingan kapital melalui tangan-tangan kapitalis birokrat.


Maka melalui kondisi objektif saat ini, narasi Indonesia emas 2045 tidak mungkin tercapai dengan basis ekonomi yang saat ini ada. Pemerintah dan pelayanan publik akan terjebak dalam penghambaan kepada kapital dan tenggelam dalam arus lingkaran iblis yang mengekangnya. Hukum kausalitas juga akan menjelaskan bagaimana negara pada akhirnya harus mendahulukan kepentingan pemodal di atas kepentingan rakyat. Sebab awal, mengharuskan para imperialis memberikan suntikan dana melalui investasi. Akibatnya pemerintah karena kepentingan investasi tersebut, mendahulukan kepentingan pemodal walaupun harus mengambil hak-hak rakyat. Ketimpangan yang ada pun tidak mungkin teratasi, atau bahkan menambah angka ketimpangan. Karena basis ekonomi kapital tidak menghendaki distribusi kekayaan yang merata. Kekayaan akan bermuara pada oligarki dan oligarki ini yang akan menyokong politisi yang ingin menjadi kapitalis birokrat agar nantinya mengeluarkan kebijakan yang pro terhadap pemodal. Dan di situlah lingkaran setan itu terus berputar dan semakin lama semakin menyengsarakan rakyat. Terang sekali Indonesia harus kembali kepada semangat awal kemerdekaan untuk bisa berdiri di atas kaki sendiri tanpa didikte oleh negara lain, dan kembali kepada semangat founding parents untuk memerangi secara total imperialisme yang mencoba menggerogoti negara. Hanya dengan cara itu Indonesia Emas 2045 tidak sebatas halusinasi belaka.

Referensi

Marx, K., & Friedrich, E. (2004). Das Kapital. Hasta Mitra; Jakarta Selatan.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas. (2024). Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045. Diakses dari https://indonesia2045.go.id/ 

Posting Komentar untuk "Indonesia Emas 2045: Antara Impian dan Realitas"