Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Berupaya Menghentikan Aktivitas Ilegal PTPN Takalar, Petani Polongbangkeng Kembali Direpresi oleh TNI dan Polri.



Takalar, 23 Agustus 2025. Sejak pagi sekitar pukul 07.00 WITA puluhan aparat bersenjata lengkap dari Kepolisian, BRIMOB dan TNI telah membuat keributan dengan melakukan pengawalan panen tebu PTPN I Regional 8, perusahaan perampok tanah tanah rakyat Polongbangkeng disertai tindakan intimidasi serta kekerasan. 


Warga yang telah lama memperjuangkan tanah mereka kembali berkumpul untuk menolak aktivitas PTPN untuk melakukan penebangan tebu di atas tanah-tanah garapan mereka yang dirampas oleh PTPN. 


PTPN tetap bersikeras untuk melakukan penebangan bahkan memobilisasi puluhan aparat keamanan bersenjata lengkap untuk mengawal aktivitas mereka. Akibatnya, ketegangan sempat terjadi di lokasi bahkan sementara tercatat 6 warga terluka (3 laki-laki dan 3 perempuan) akibat mendapatkan tindakan represif oleh aparat seperti dipiting, ditendang, diinjak, dll.


Penting untuk diketahui, konflik agraria yang melibatkan aktor utama BUMN plat merah telah terjadi dalam 47 tahun terakhir. Tanah-tanah garapan petani Polongbangkeng di 11 desa dirampok sejak zaman orde baru presiden militer Soeharto. Pemerintah dan aparat berdalih bahwa pelepasan lahan sudah sesuai prosedur dan ada ganti rugi lahan. Tapi faktanya bahwa tanah-tanah mereka dirampas, mereka diteror, dikriminalisasi, dipenjara, diculik, bahkan dibunuh. 


Mereka dikumpulkan untuk menerima paksaan ganti rugi dengan alasan hanya dikontrak selama 25 tahun dan tanah akan dikembalikan. Jika melawan dan menolak lahan berubah jadi tebu maka mereka disebut sebagai PKI. Amplop ganti rugi dilempar begitu saja ke rumah-rumah petani yang terus menolak dan diklaim telah menyetujui proses pembebasan lahan oleh tim 9. 


Fakta pemalsuan tanda tangan, penerima ganti rugi oleh pejabat dan orang tak dikenal yang tak berhak dianggap hanya ilusi warga. Negara bersama aparat tak henti melakukan pelanggaran HAM. Melakukan pembungkaman terhadap petani-petani dan perempuan yang terus berjuang mempertahankan hak atas tanah dan kedaulatan mereka. Karena itulah hingga hampir lima dekade, perlawanan tak pernah surut dan padam. 


Sampai saat ini, warga tetap bertahan untuk menghentikan aktivitas PTPN di atas tanah mereka. Terlebih, sejak bulan Juli 2024, HGU PTPN telah berakhir sehingga segala aktivitas perusahaan BUMN ini adalah Ilegal. Warga hanya meminta agar PTPN menyatakan tidak akan melakukan pengolahan lahan lagi setelah melakukan penebangan tebu tapi hal tersebut tidak direspon dan justru warga justru diperhadapkan dengan tentara dan aparat Kepolisian. 


Sampai saat ini, situasi di lahan-lahan garapan warga yang telah menjadi hamparan tebu masih dijaga oleh aparat Polisi dan BRIMOB bersenjata lengkap dan terus mengawal aktivitas PTPN. 


Atas situasi yang terjadi, tidak ada dari pihak PTPN maupun Polres Takalar yang menyatakan diri bertanggung jawab di lapangan. Salah seorang petani Polongbangkeng saat menghadang aktivitas PTPN dan mendapat kekerasan aparat berujar,


“Hari ini mereka (aparat) datang lagi. Memukul kami, mengusir kami dari tanah kami sendiri,” tegar salah satu Petani.


Menyikapi peristiwa tersebut, Aliansi Gerakan Rakyat Anti Monopoli Tanah Menyerukan:

  1. Hentikan segala bentuk aktivitas PTPN I Regional 8 (Ex PTPN XIV);

  2. Tarik aparat Kepolisian, BRIMOB dan TNI dari tanah-tanah perjuangan Petani Polongbangkeng Takalar;

  3. Tetapkan lahan-lahan perjuangan petani Polongbangkeng yang dirampas oleh PTPN sebagai objek reform;

  4. Negara wajib menghormati, mengakui dan melindungi hak-hak atas tanah petani, Petani Perempuan Polongbangkeng Takalar;

  5. Percepat penyelesaian konflik agraria di Polongbangkeng Takalar untuk Keadilan Agraria Petani-petani Polongbangkeng Takalar.

***

Makassar, 23 Agustus 2025

Narahubung: 

  • +62 823-9384-1721 (Agra Sulsel)

  • +62 851-7448-2383 (LBH Makassar)

Posting Komentar untuk "Berupaya Menghentikan Aktivitas Ilegal PTPN Takalar, Petani Polongbangkeng Kembali Direpresi oleh TNI dan Polri."