Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

KEK MANDALIKA, PROYEK STRATEGIS NASIONAL (PSN) & PENGGUSURAN TANJUNG AAN

Gambar : Konvoi FMN Mataram Saat Aksi Tolak Penggusuran Tanjung AAN

Pada hari Kamis 3 Juli 2025 lalu, FMN Se-Cabang Mataram Gelar Aksi Mimbar Bebas Tolak Intimidasi dan Penggusuran Warga Tanjung Aan. Sekitar 60 anggota Front Mahasiswa Nasional (FMN) se-Cabang Mataram di bawah konsolidasi  FMN Wilayah Nusa Tenggara Barat turun ke jalan menggelar aksi mimbar bebas di perempatan Bank Indonesia, Kota Mataram. Aksi ini merupakan bentuk respons atas meningkatnya Praktik intimidasi disertai surat peringatan pengosongan yang dilakukan oleh Vanguard, yakni kelompok atau suatu organisasi keamanan yang beralamatkan di Jalan Mawun, No. 16, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, yang berdasarkan keterangan suratnya, mereka mewakili kelompok Investor di Kawasan Mandalika untuk melakukan pengosongan lahan (Land clearing)  terhadap warga dan pelaku usaha lokal di kawasan pesisir Pantai Tanjung Aan sampai ke Batu Kotak, KEK Mandalika.

 

Surat peringatan dan ancaman pengosongan lahan yang disebar oleh pihak Vanguard, dianggap sebagai bentuk tekanan terhadap warga yang selama ini menggantungkan hidup dari ruang pesisir—mulai dari pedagang kaki lima, pengelola kafe dan warung, guru surfing, pemandu wisata, hingga penyedia jasa parkir, tercatat terdapat 186 pedagang yang berpotensi digusur di pesisir pantai Tanjung Aan.

 

Dari informasi yang beredar, kawasan tersebut akan dialihfungsikan menjadi lokasi pembangunan hotel bintang lima dan beach club eksklusif. Hal ini menguatkan dugaan adanya praktik privatisasi pantai seperti yang sebelumnya terjadi di hotel Novotel dan Pullman, di mana akses publik terhadap pantai dibatasi bahkan dihilangkan.

 

FMN menilai bahwa praktik ini bukan hanya menggusur ruang hidup warga lokal, namun juga mencederai prinsip keadilan sosial dan kedaulatan rakyat atas tanah dan sumber daya. Apalagi, belum ada bentuk konsultasi bermakna, ganti rugi yang layak, atau skema perlindungan sosial bagi masyarakat terdampak.

 

Di sisi lain, FMN menegaskan bahwa situasi yang terjadi di Tanjung Aan tidak dapat dipisahkan dari pola yang lebih luas dalam pengembangan kawasan Mandalika. Dalam sejarah pembangunan di KEK Mandalika, proses land clearing oleh pihak ITDC (indonesia Tourism Development Corporation) secara konsisten meninggalkan jejak perampasan ruang hidup masyarakat pesisir. Hal ini memperkuat keyakinan bahwa konflik agraria di wilayah tersebut bersifat sistematis dan struktural.

 

Beberapa catatan penting yang menunjukkan pola perampasan ruang hidup:

 

Ketiadaan Prosedur Hukum yang Layak Sejak awal. Pengembangan KEK Mandalika tidak dilakukan dengan standar hukum dan hak asasi manusia yang memadai. Pembebasan lahan berlangsung melalui intimidasi, manipulasi, dan pelanggaran hak. Tanpa prosedur legal yang transparan dan partisipatif.

 

Transaksi Tanah yang Cacat Hukum. Pembelian tanah oleh perusahaan-perusahaan seperti PT. Rajawali, PT. LTDC, PT. BTDC hingga PT. ITDC banyak yang dilakukan tanpa izin usaha, tanpa konsultasi bermakna, dan tidak mematuhi asas tunai dan terang sebagaimana diwajibkan oleh hukum pertanahan Indonesia.

 

Hak Masyarakat Terabaikan. Masyarakat lokal, terutama masyarakat Sasak dan warga Dusun Ebunut serta Ujung, telah mendiami, mengelola, dan memiliki bukti penguasaan tanah selama lebih dari 20 tahun. Hak-hak mereka atas tanah seharusnya sah di mata hukum, tetapi diabaikan dalam proses pembangunan.

 

PT. ITDC sebelumnya dikenal sebagai PT. Pengembangan Pariwisata Indonesia merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang pengembangan dan pengelolaan kawasan pariwisata terintegrasi di Indonesia. Tahun 2017-Sekarang PT.ITDC ditetapkan menjadi pengelola kawasan mandalika melalui Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) kemudian ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) Pada era presiden Jokowi. Perusahaan ini banyak melakukan Pelanggaran terhadap Standar AIIB dan Prinsip Internasional, Proyek ini didanai oleh Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), namun pelaksanaannya tidak mengikuti prinsip perlindungan lingkungan dan sosial, termasuk ketentuan Free, Prior, and Informed Consent (FPIC) yang menjamin hak warga untuk diinformasikan dan menyetujui secara sukarela sebelum digusur.

 

Janji Pemulihan Tidak Terpenuhi. Program relokasi dan kompensasi kepada warga yang dijanjikan berupa rumah permanen, pelatihan kerja, dan pemulihan ekonomi hanya sebagian kecil yang terealisasi. Banyak warga menerima uang dalam jumlah kecil tanpa transparansi dan kejelasan hukum, serta mengalami pemiskinan lebih lanjut setelah penggusuran.

 

Masih Banyak Sengketa Belum Selesai. Pemerintah dan PT. ITDC mengklaim kawasan sudah "clean and clear", namun faktanya masih terdapat puluhan hektar lahan dengan status enclave atau milik warga yang sah namun belum dibebaskan.

 

Penggunaan Aparat untuk Represi. Penyelesaian konflik dilakukan dengan pendekatan militeristik. Aparat negara, termasuk TNI dan Polri, digunakan untuk menakut-nakuti dan menekan warga agar melepaskan lahannya. Bahkan warga yang mencoba menuntut haknya dilaporkan ke kejaksaan. Langkah ini justru menelanjangi wajah asli proyek pariwisata, alih-alih mensejahterakan warga lingkar Mandalika, ia mencabut akar kehidupan.


Gambar : Massa Aksi FMN Mataram Foto Bersama Setelah Aksi

Penggusuran sepihak mencederai Hak Sosial Ekonomi masyarakat dan berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia. Vanguard, pihak keamanan non-negara  mewakili kelompok Investor di Kawasan Mandalika yang berupaya melakukan pengosongan lahan (Land clearing) di Kawasan pesisir pantai di Tanjung Aan bukanlah entitas yang sah untuk melakukan tindakan refresif. Padahal, hanya Pemerintah dan PT. ITDC sebagai pengelola resmi KEK Mandalika yang secara hukum memiliki kewenangan. Hal ini munculkan pertanyaan besar; atas dasar apa rakyat digusur, dan siapa yang diuntungkan dari pembangunan ini?

 

Atas dasar situasi tersebut Kami Front Mahasiswa Nasional se-Cabang Mataram di bawah Konsolidasi Pimpinan Wilayah FMN NTB Menuntut :

  1. PT. ITDC dan AIIB wajib melibatkan warga terdampak pembangunan proyek strategis nasional kawasan ekonomi khusus mandalika dalam setiap pengambilan keputusan yang sesuai dengan kepentingan warga terdampak sebelum melakukan pembangunan (konsultasi bermakna).
  2. Hentikan penggusuran dan intimidasi terhadap 186 pedagang di tanjung Aan.
  3. Evaluasi seluruh proyek strategis nasional di KEK Mandalika yang di lakukan oleh PT ITDC.
  4. Hentikan segala bentuk pelanggaran Ham yang merampas hajat hidup masyarakat di KEK mandalika
  5. Wujudkan reforma agraria sejati sebagai syarat pembangunan industrialisasi nasional di Indonesia

 

Narahubung :

Sirajul Athar (Koordinator FMN NTB) : 0878-0359-9104

 


Posting Komentar untuk "KEK MANDALIKA, PROYEK STRATEGIS NASIONAL (PSN) & PENGGUSURAN TANJUNG AAN"