Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menuju Kemajuan atau Menggali Kehancuran

Penulis : Muhammad Asri | Kepala Biro Advokasi AMAN Sulsel


Gambar : Lokasi Penambangan Galian C


Aktivitas pertambangan Galian C yang mencakup pengambilan material seperti pasir, batu, dan tanah urug sering kali diposisikan sebagai kebutuhan vital dalam pembangunan infrastruktur. Namun, dibalik narasi “pembangunan”, tersimpan kenyataan pahit yang dialami oleh komunitas lokal serta lingkungan hidup yang terus dikorbankan demi kepentingan segelintir pihak.


Kondisi ini juga terjadi di Kabupaten Majene, tepatnya di wilayah Desa Banua Adolang dan Kelurahan Lalampanua, yang merupakan wilayah Komunitas Masyarakat Adat Adolang dan Komunitas Masyarakat Adat Pamboang. Keberadaan komunitas ini telah diakui secara resmi melalui Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pengakuan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat. Sejak tahun 2016 hingga 2025, aktivitas pertambangan Galian C terus berlangsung di kawasan ini, dengan perusahaan-perusahaan yang silih berganti mengoperasikan tambang di atas tanah yang menjadi ruang hidup masyarakat adat. Pertanyaannya kini: Apakah kita benar-benar sedang menuju kemajuan, atau justru sedang menggali kehancuran?


Secara ekologis, tambang Galian C menyebabkan kerusakan bentang alam yang signifikan. Penggalian yang tidak terkendali dapat memicu erosi, longsor, serta perubahan aliran sungai yang berdampak langsung pada rusaknya sumber air masyarakat. Selain itu, hilangnya tutupan vegetasi memperparah krisis iklim lokal dan menurunkan kesuburan tanah. Kondisi serupa juga tengah berlangsung saat ini, di mana aliran sungai kecil yang mengarah ke wilayah pesisir mulai tertutup, mengakibatkan para pembudidaya ikan mengalami kesulitan dalam mengelola kolam mereka. Selain itu, kompleks pemakaman Islam yang terletak dekat dengan lokasi tambang mulai mengalami kemiringan. Keberadaan Buttu (Gunung) Balenga pun semakin terancam hilang seiring berjalannya waktu. Bahkan, aliran sungai besar di sekitar kawasan tersebut direncanakan akan dialihkan jalurnya, yang berpotensi membahayakan pemukiman warga yang berada di dekat bantaran sungai.


Dari perspektif sosial, praktik pertambangan Galian C kerap menimbulkan konflik antara perusahaan dan masyarakat setempat. Banyak warga yang kehilangan lahan produktif tanpa memperoleh kompensasi yang layak. Aspirasi dan penolakan dari masyarakat sering diabaikan, bahkan dalam beberapa kasus dibungkam. Lebih memprihatinkan lagi, maraknya tambang ilegal yang tidak mendapat tindakan tegas mencerminkan lemahnya pengawasan dan kontrol dari negara, khususnya Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat dan Pemerintah Kabupaten Majene.


Hal ini telah nyata terjadi di lapangan, salah satunya melalui aktivitas PT. Cadas Industri Azelia Mekar yang mulai beroperasi sejak tahun 2023 dan direncanakan hingga 2029. Perusahaan ini mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan SK Nomor 05062300448660002, untuk komoditas batuan yakni batu gunung (quarry) dengan luas konsesi mencapai 31,63 hektar. Perusahaan tersebut diduga telah masuk ke lahan warga tanpa izin yang sah guna membuka jalur alat berat, yang berdampak langsung pada kerusakan tanaman milik warga. Lebih jauh lagi, aktivitas penambangan dilakukan secara sembarangan, termasuk membuang batu-batu besar ke aliran sungai, sehingga memperparah kerusakan lingkungan sekitar dan bertentangan dengan  undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan  dan pengelolaan lingkungan hidup.


Ironisnya, dalih pembangunan sering digunakan untuk membenarkan praktik-praktik yang merusak. Padahal, pembangunan sejati harus berorientasi pada keberlanjutan dan keadilan. Pertanyaan besarnya adalah: pembangunan untuk siapa? Jika masyarakat sekitar justru menanggung kerusakan dan penderitaan, maka tambang Galian C bukan solusi, melainkan sumber bencana.


Sudah saatnya pemerintah Provinsi Sulawesi Barat dan pemerintah Kabupaten Majene menghentikan dan mengevaluasi proses tambang galian C yang berjalan di  wilayah Desa Banua Adolang dan Kelurahan Lalampanua yang merupakan wilayah Komunitas Masyarakat Adat Adolang dan Komunitas Masyarakat Adat Pamboang. Memperketat pengawasan, serta memastikan keterlibatan masyarakat dalam setiap proses pengambilan keputusan. Tidak boleh ada lagi tambang yang berdiri tanpa persetujuan yang benar-benar bebas dan diinformasikan dari warga terdampak.


Pembangunan yang berpihak pada rakyat semestinya bukan sekadar jargon. Menyelamatkan ruang hidup dari kerusakan akibat tambang Galian C adalah bentuk keberpihakan nyata terhadap masa depan lingkungan dan generasi yang akan datang.

Posting Komentar untuk "Menuju Kemajuan atau Menggali Kehancuran"