Mada Yunus, Korban Praktik Buruk Kemitraan Inti-Plasma. Tanahnya Dirampas Kemudian Dikriminalisasi.
Buol, 16 April 2025 - Sidang Pembacaan Eksepsi terdakwa M. Yunus berlangsung hari ini di Pengadilan Negeri Buol. Tim Pengacara petani yang terdampak praktik buruk kemitraan sawit oleh PT. Hardaya Inti Plantations meminta agar proses persidangan yang diduga merupakan upaya kriminalisasi terhadap klien mereka dengan mengajukan Eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
M. Yunus adalah salah satu dari ribuan keluarga petani yang memperjuangkan hak atas tanah yang dijadikan kebun kemitraan melalui skema inti-plasma yang telah belasan tahun tidak mendapatkan pembagian hasil dan dibebankan utang ratusan miliar rupiah. Dalam sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum KEJARI Buol mendakwa petani tersebut melanggar Undang-Undang Perkebunan serta KUHPidana, dituduh melakukan pendudukan kebun dan penghasutan atas laporan dari Suleman Batalipu ketua Koperasi Tani Plasma Awal Baru yang bekerja sama dengan pihak PT. HIP.
Kasus ini menuai perhatian publik, karena dampaknya yang besar terhadap keluarga M. Yunus. Istrinya yang juga aktivis tani, meninggal dunia setelah mengalami sesak nafas dan gagal janin dan terpaksa menjalani operasi sesar, sebelum dilarikan ke Rumah Sakit ia mengaku mengalami stres berat akibat suaminya dijemput paksa oleh pihak POLDA Sulteng untuk dilakukan pelimpahan kasus di Kejaksaan Tinggi Sulteng di ibu kota Palu pada 14 Januari 2025. M. Yunus bertekad akan terus melakukan perjuangan atas ketidakadilan yang dialami keluarganya.
“Apalagi pemaksaan kasus ini sudah menyebabkan istriku meninggal tanpa bisa saya dampingi, anak-anak kami yang masih kecil-kecil harus kehilangan kasih sayang Mamanya. Terlalu banyak yang menjadi tumbal pembungkaman kami para petani, dialami juga sama teman-temanku sebelumnya. Kemitraan sawit ini sangat, sangat menyengsarakan". Jelas M. Yunus.
M. Yunus menyesalkan sikap pengurus koperasi Awal Baru selama menjabat yang bukannya menyelesaikan masalah dengan musyawarah bersama petani, atau ikut memperjuangkan hak-hak petani pemilik lahan yang tak urung mendapatkan bagi hasil belasan tahun, dan carut-marutnya data anggota dan lahan dalam SK Bupati (CPCL). Suleman Batalipu ketua koperasi sebagai Pelapor dalam kasus ini, yang sejak awal pendirian koperasi pada tahun 2011 selalu masuk dalam kepengurusan koperasi, tidak juga mampu menyelesaikan masalah koperasi. Justru Suleman pernah menjadi tersangka penggelapan uang koperasi, dan terdakwa pembuatan sertifikat tanah para anggota, namun ia terus-terusan bebas dari jeratan hukum. Suleman saat ini justru sibuk melaporkan para petani pemilik lahan di Koperasi Awal Baru dengan berbagai tuduhan pidana. Padahal para petani telah berjuang mati-matian bahkan sampai kehilangan kebebasannya, perjuangan yang justru mampu membuat perusahaan akhirnya secara rutin memberikan bagi hasil meskipun angkanya sangat tidak layak, paling tidak 6 bulan belakangan.
M. Yunus dan keluarganya adalah contoh bagaimana program kemitraan inti-plasma sawit di Buol tidak saja gagal mensejahterakan petani sebagai pemilik lahan, namun justru menguasai lahan petani dengan skema pengelolaan sepihak dan skema jeratan utang oleh PT. HIP. Kasus M. Yunus dan keluarganya dimana lahan mereka yang sudah bertahun-tahun ditanami sawit oleh PT. HIP tanpa persetujuan, justru tidak ada satu anggota keluarga pun yang dimasukkan dalam SK CPCL, meski telah dijanjikan oleh pengurus koperasi, sebagai bujukan untuk tidak menahan lahan mereka ditanami sawit PT. HIP. Perjuangan para petani terdampak ini telah dilakukan dengan berbagai cara untuk mendapat keadilan atas hak-haknya, pada 9 Juli 2024, PT. Hardaya Inti Plantations telah diputus bersalah melanggar Pasal 35 Ayat (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) RI.
Pengurus Forum Petani Plasma Buol, Seniwati, menyatakan kekhawatirannya bahwa proses hukum atas petani M. Yunus menjadi tempat ‘transaksional’ kasus kemitraan sawit, yang sekali lagi akan mengorbankan petani kecil hanya karena sedang memperjuangkan hak-haknya yang dilanggar perusahaan dan lalainya pengawasan pemerintah daerah Buol. Pasalnya, kasus M. Yunus sangat dipaksakan, terlebih ia tidak pernah melakukan hal-hal sebagaimana didakwakan oleh JPU. Seniwati juga menyoroti tidak presisinya pihak kepolisian Polres Buol dan Polda Sulteng dalam menangani kasus kemitraan ini sejak awal.
"Pihak kepolisian cenderung berat sebelah, sangat cepat dalam memproses laporan pihak PT. HIP dan pengurus koperasi yang mendapat keuntungan besar dari produksi kebun kemitraan, daripada memastikan hak-hak petani yang telah menjadi korban kemitraan selama belasan tahun terlebih dahulu. Kerap terjadi, laporan di Polres Buol dilimpahkan ke Polda Sulteng yang jarak perjalanan darat sangat mahal dan membutuhkan 18 jam, kasus petani kecil dibuat seperti ‘permainan’ hukum. Tidak hanya memperparah pelanggaran hak atas tanah, namun HAM petani kecil itu sendiri. Kami berharap melalui Pengadilan perkara ini lahir keadilan, harus dihentikan demi keadilan. Kami juga meminta Kapolres Buol yang baru menjabat bisa memastikan jajarannya bekerja secara profesional dan presisi dalam menangani setiap pengaduan masyarakat terdampak, segera memproses laporan-laporan polisi oleh petani yang telah dibuat dan tanpa tindak lanjut sudah satu tahun lebih.” tambah Seniwati.
Tim Pengacara M. Yunus, diwakili oleh Budianto E.D Tamin, SH menyatakan dalam sidang pembacaan eksepsi terhadap persoalan hukum yang dihadapi klien mereka M. Yunus, mereka menekankan pada beberapa poin, termasuk Kompetensi Absolut / Kewenangan Peradilan Pidana.
“kami berpandangan bahwa sesuai dengan Lokus dan Tempus yang didakwakan bersesuaian dengan perjuangan petani plasma Buol yang juga telah mendapatkan Putusan KPPU RI dan dikuatkan putusan PN Niaga Jakarta Pusat sebagai lembaga Quasi Peradilan menyatakan dalam amarnya terdapat pelanggaran kemitraan dan diperintahkan untuk memperbaiki CPCL terkait status masyarakat melalui SK Bupati, sudah seharusnya perkara ini menjadi kewenangan lembaga quasi peradilan tersebut.” Jelas Budianto.
Budianto menambahkan bahwa terdakwa memiliki SKPT terkait bukti penguasaan tanah yang dimiliki dan dipersoalkan, ini membantah dakwaan Penuntut Umum yang menyatakan sebaliknya. Tim Pengacara juga mengajukan eksepsi terkait struktur dakwaan yang menghilangkan beberapa fakta dalam BAP yg menurutnya dakwaan ini menjadi kabur/obscuur liebe, dimana seharusnya kasus ini merupakan perselisihan hak.
“Harapan kami sebagai Tim Penasihat Hukum, bahwa Majelis Hakim PN Buol dapat mempertimbangkan eksepsi yang diajukan terdakwa dalam perkara ini, proses hukum yang turut mengkhawatirkan ribuan petani kemitraan inti-plasma di Buol yang sedang memperjuangkan hak-haknya. Di tengah kondisi ekonomi masyarakat saat ini, kami berharap Lembaga Peradilan dapat menempatkan keadilan untuk dirasakan oleh petani dan masyarakat kecil khususnya yang terdampak dari praktik kemitraan sawit di Buol.” Tutup Budianto.
Posting Komentar untuk "Mada Yunus, Korban Praktik Buruk Kemitraan Inti-Plasma. Tanahnya Dirampas Kemudian Dikriminalisasi."