Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kronologi dan Upaya Warga Kentingan Baru Melawan Penggusuran.

· Warga Kentingan Baru menemui Walikota Surakarta untuk memastikan hak atas tanah mereka di Kentingan Baru.

· Walikota Surakarta akan menjamin keamanan warga dari tindakan kekerasan dan akan memfasilitasi mediasi keinginan warga dengan pihak pengklaim tanah dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

 

Surakarta, 16 April 2025 – Dua puluh (20) warga Kentingan Baru yang tergabung dalam Paguyuban Harapan Jaya Kentingan Baru mendatangi Balaikota Surakarta untuk melakukan audiensi langsung dengan Walikota Surakarta, Respati. Dalam audiensi tersebut, warga menuntut pengakuan dan kepastian hukum atas tanah yang telah mereka tempati sejak lebih dari dua dekade terakhir. Audiensi ini juga didampingi oleh YLBHI-LBH Yogyakarta serta didukung oleh berbagai organisasi masyarakat sipil dan mahasiswa.

 

Warga menyampaikan bahwa mereka telah tinggal di kawasan Kentingan Baru sejak tahun 1999/2000 atas izin lisan dari Walikota Surakarta saat itu, Slamet Suryanto. Namun sejak tahun 2018 hingga 2020, warga mengalami serangkaian penggusuran paksa yang dilakukan tanpa putusan pengadilan dan disertai dengan kekerasan serta intimidasi oleh aparat dan preman bayaran. Pengalaman traumatis ini terus membayangi warga, termasuk anak-anak yang hingga kini masih merasa takut setiap kali melihat aparat Satpol PP.

 

Saya sudah menempati tanah Kentingan Baru selama 25 tahun, tapi tidak pernah diberikan hak,” ujar Sukarno, Ketua Paguyuban Harapan Jaya Kentingan Baru.

 

Anak-anak kalau melihat Satpol PP takut kalau digusur lagi,” tutur Dwi, warga Kentingan Baru lainnya.

 

Dalam audiensi tersebut, Walikota Respati menyampaikan dua komitmen penting. Pertama, Pemerintah Kota Surakarta akan memfasilitasi mediasi antara warga Kentingan Baru dengan pihak yang mengklaim kepemilikan lahan serta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Surakarta. Kedua, Walikota menjamin tidak akan ada tindakan kekerasan atau intimidasi lebih lanjut terhadap warga yang saat ini masih tinggal di wilayah tersebut.


Saya akan menjamin dua hal. Pertama, saya akan memfasilitasi mediasi mengenai masalah Kentingan Baru. Kedua, saya menjamin tidak akan ada kekerasan,” ujar Walikota Respati dalam pertemuan tersebut.

 

Audiensi ini juga mendapatkan dukungan solidaritas dari berbagai organisasi, antara lain: Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Front Mahasiswa Nasional (FMN) UNS, GMNI FH UNS, BEM FH UNS, BEM FIB UNS, BEM ISI Surakarta, dan League of Social Studies & Research (LSSR). Semua pihak yang hadir sepakat bahwa persoalan Kentingan Baru merupakan bagian dari krisis agraria yang lebih luas, dan perlu diselesaikan dengan mengedepankan prinsip keadilan sosial dan hak asasi manusia.


Ke depan, warga Kentingan Baru akan terus memperjuangkan hak mereka melalui dialog yang dijanjikan akan difasilitasi langsung oleh Walikota Surakarta.

 

Kilas Balik Ancaman Penggusuran Kampung Kentingan Baru !

Kampung Kentingan Baru berada tepat di samping kampus UNS (Universitas Sebelas Maret) yang hanya dibatasi oleh pagar kampus. Di sebelah kampung Kentingan juga berdiri megah rusunawa jurug UNS. Meskipun dikelilingi oleh bangunan megah, namun kehidupan di kampung Kentingan Baru nyatanya berbanding terbalik. Warga yang hidup disana sudah sangat mensyukuri bisa mencari nafkah dan beraktivitas di Kentingan Baru, karena hanya itulah tempat tinggal yang mereka punya.



foto : Poskita.co

Kampung Kentingan mulanya adalah lahan kosong yang diberikan kepada relawan wali kota Purwakarta yang sebelumnya berkontestasi pada pemilihan wali kota. Tahun 1999 – 2000 lahan-lahan kosong tersebut mulai dibuka dan dibanguni tempat tinggal oleh relawan Slamet Suryanto yang menang pada kontestasi pemilihan wali kota Surwakarta pada tahun 1999. Di Kentingan Baru, sekitar 200 rumah terbangun di 8 blok. Tidak hanya rumah, tempat ibadah juga terbangun sehingga Kentingan Baru tidak ada bedanya dengan kampung-kampung yang lainnya.

 

Beberapa tahun kampung tersebut berdiri namun legalitas yang dijanjikan wali kota terpilih tak kunjung terbit. Pada tahun 2003, ada pihak yang mengklaim jika tanah yang saat ini menjadi kampung Kentingan Baru adalah tanahnya. Dia mengaku bahwa tanah tersebut merupakan tanah ganti rugi dari wali kota Surakarta karena sebelumnya tanahnya digunakan untuk pembangunan Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ). Namun, ketika warga mempertanyakan sertifikat dan dokumen pendukungnya, dia tak mampu memperlihatkannya. Bahkan, pada tahun 2009, pengklaim tanah mengajukan gugatan ke pengadilan namun tidak diterima karena dia tidak mampu memperlihatkan batas-batas tanah yang diklaim.

 

Tahun 2011 – 2012, pengklaim tanah mendapatkan bantuan dari wali kota Surakarta yang saat itu dijabat oleh Joko Widodo. Warga Kentingan Baru diminta untuk meninggalkan tempat tinggalnya. Bukannya mendapat tempat yang lebih layak, warga Kentingan Baru malah ditempatkan di dekat TPA Putri Cempo. Upaya tersebut berhasil membuat beberapa warga pindah dan meninggalkan kampung Kentingan Baru, namun sebagian besar menolak dan memilih untuk bertahan. Warga Kentingan Baru berpendapat lebih baik polemik dan konflik antara warga Kentingan Baru dengan pihak yang mengklaim diselesaikan dalam meja persidangan.

 

Upaya penggusuran dan pengusiran warga dari kampung Kentingan Baru ternyata terus dilakukan oleh pihak yang mengklaim tanah tersebut dengan di back up oleh pemerintah kota Surakarta. Tahun 2016, terbit surat edaran dari pemerintah kota Surakarta untuk pengosongan kampung Kentingan Baru. Dasar perintah pengosongan tersebut adalah dokumen yang katanya dipegang oleh pihak yang mengklaim. Namun faktanya, upaya persidangan yang dilakukan oleh pihak yang mengklaim tanah di Kentingan Baru pada tahun 2009 dengan pegangan dokumen itu telah ditolak oleh PN Surakarta. Dan tidak ada gugatan baru di PN Surakarta pasca itu. Pemerintah kota Surakarta seharusnya memposisikan dirinya di tengah-tengan dan tidak cenderung berpihak kepada pihak yang mengklaim tanah tersebut. Status tanah yang berkonflik tersebut seharusnya dibuktikan terlebih dahulu, bukannya malah memerintah warga untuk mengosongkan rumahnya.

 

foto : Mojok.co

Pasca keluarnya surat edaran tersebut, warga semakin khawatir akan nasibnya kedepan. Rumah mereka kapan saja bisa tergusur. Mimpi buruk itu kemudian datang pada 16 Desember 2018. Sekitar pukul 08.00 wita, puluhan satpol PP serta anggota Kepolisian yang berpakaian lengkap dengan tamengnya bahkan membawa anjing terlihat berbaris di seberang kampung Kentingan Baru. Selain itu, puluhan anggota TNI juga terlihat berjaga-jaga.

 

Tidak lama berselang, sekitar 150 anggota ormas yang kompak menggunakan baju yang bertuliskan pandawa juga terlihat datang dan langsung menghampiri warga yang sedang berjaga. Mereka mengaku sebagai relawan. Ketika warga menanyakan surat tugas, tidak ada pihak yang mampu memperlihatkannya kepada warga.

 

Karena negosiasi tidak menemukan titik terang, keributan pun tidak mampu terhindarkan. Aksi saling dorong antara warga yang berusaha mempertahankan tanah mereka dengan pihak aparat Negara beserta preman terjadi sekitar pukul 10.00 wita. Puluhan warga mengalami luka-luka akibat bentrokan dan beberapa orang juga ditahan oleh pihak kepolisian. 5 rumah warga berhasil digusur dalam insiden tersebut.

 

Tahun berikutnya, yaitu pada 7 November 2019 upaya penggusuran kembali dilakukan. Namun kali ini semakin bar bar. Aparat gabungan dari Satpol PP, Polisi dan TNI yang dimobilisasi sekitar 200 personel, lebih banyak dari tahun sebelumnya. Hal berbeda malah terjadi di kalangan warga. Trauma akan kekerasan yang dialami pada tahun sebelumnya ternyata masih membekas sampai saat ini. Sehingga banyak warga yang memilih pergi sebelum penggusuran terjadi. Warga yang saat itu memiliki jumlah yang lebih sedikit daripada aparat gabungan dipaksa menyaksikan rumah mereka digusur secara paksa dan tanpa perlawanan berarti. Kurang lebih 200 rumah di 4 blok rata tergusur. Lahan bekas gusuran kini dibiarkan kosong, dan warga kembali membangun rumah darurat diatas lahan tersebut. Sekitar 50 rumah dengan atap dan dinding seadanya dibangun oleh warga, itu tak lebih hanya sebagai tempat mereka untuk tinggal dan bernaung dengan keluarganya. Rumah tersebut di bangun dengan sangat terbatas, terlalu banyak cela yang kapan saja bisa dimasuki biawak, ular, serangga, hingga aparat yang sewaktu-waktu bisa datang dan kembali menggusur rumah darurat mereka. Rumah inilah yang bertahan hingga saat ini, ditempati oleh warga namun masih dengan perasaan cemas yang sama akan penggusuran yang kapan saja bisa terjadi.

 

 



Posting Komentar untuk "Kronologi dan Upaya Warga Kentingan Baru Melawan Penggusuran."