Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Belasan Buruh Kembali di PHK Menjelang Lebaran, Gelombang PHK PT. Huadi Masih Terus Berlanjut.


Bantaeng, 23 Maret 2025. Kabar tidak mengenakkan didapatkan buruh perusahaan pengolahan nikel PT. Huadi menjelang lebaran idul fitri. Belasan buruh mendapatkan surat pemutusan hubungan kerja (PHK) per tanggal 20 Maret 2025. Alasan utama dari PHK tersebut sesuai dengan yang tertera dalam surat PHK dikarenakan efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan. Sebelumnya PHK sudah pernah terjadi, dari Desember 2024 hingga saat ini tercatat sudah 69 buruh terkena PHK sepihak dari perusahaan. Angka tersebut diyakini akan terus bertambah, karena pihak PT. Huadi yang di wakili oleh Andi Ardianti Latippa saat menghadiri RDP di kantor DPRD Bantaeng pada 10 Maret 2025 menegaskan bahwa PHK akan terus berlanjut demi efisiensi perusahaan.


Serikat Buruh Industri Pertambangan & Energi (SBIPE) Bantaeng serta Balang Institute mengecam keras tindakan PT. Huadi Nickel Alloy Indonesia yang secara sepihak melakukan (PHK). Sejauh ini, informasi yang didapatkan terdapat 11 buruh yang kehilangan pekerjaan akibat PHK sepihak oleh Huadi yang akan terhitung sejak 3 April 2025. PHK ini dilakukan dengan alasan "Efisiensi untuk mencegah kerugian", dan yang sangat disayangkan, surat PHK ini disampaikan tanpa melalui proses musyawarah atau perundingan dengan para pekerja atau perwakilan serikat buruh terlebih dahulu.

 

Langkah ini bukan hanya melanggar prinsip keadilan dalam hubungan industrial, tapi juga menunjukkan bagaimana buruh menjadi pihak pertama yang dikorbankan ketika perusahaan mengalami tekanan atau menyusun strategi bisnis internal. Junaid Judda, Ketua SBIPE KIBA menegaskan alasan efisiensi tidak serta-merta dapat dibenarkan untuk mem-PHK buruh tanpa keterlibatan mereka dalam proses pengambilan keputusan

 

“Buruh merupakan pihak yang paling berjasa dan paling bekerja keras dalam proses produksi perusahaan. Namun, buruh jugalah yang paling tidak diperhatikan hak-haknya. Efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan yang kemudian mengorbankan buruh dengan PHK tidak bisa dibenarkan dan dibiarkan. Apalagi proses PHK tersebut dilakukan tanpa melibatkan buruh.” Tegas Junaid Judda.


Dalam surat PHK, perusahaan merujuk pada Pasal 37 dan 38 Peraturan Pemerintah (PP) No. 35 Tahun 2021. Namun dalam praktiknya, alasan efisiensi yang dipakai oleh PT. Huadi sama sekali tidak disertai bukti akuntabel seperti laporan keuangan terbuka, restrukturisasi yang sah, atau adanya transparansi terkait kondisi perusahaan.

 

Junaedi Hambali dari Balang Institute mengatakan Efisiensi yang dibebankan kepada buruh tanpa keterlibatan mereka dalam proses dan tanpa pengorbanan yang setara dari manajemen adalah bentuk ketidakadilan struktural.


“Ketika perusahaan meraih keuntungan, buruh sering kali diabaikan. Namun ketika perusahaan menghadapi risiko atau tekanan, buruh justru yang pertama dikeluarkan. Ini sangat tidak adil bagi buruh Lebih ironis lagi, PHK dilakukan terhadap buruh-buruh yang sebagian besar adalah warga lokal Bantaeng yang sedang menjalankan ibadah puasa dan selama ini hanya mengandalkan pekerjaan di sektor tambang untuk menghidupi keluarganya. Kompensasi sebesar Rp. 25.563.636 yang ditawarkan pun dinilai jauh dari cukup dan patut diduga berada di bawah ketentuan minimum jika mengacu pada masa kerja dan hak normatif lainnya. Ujar Junaedi.

 

Untuk mengantisipasi gelombang PHK terus berlanjut SBIPE, Balang Institute dan LBH Makassar membuka posko perlindungan pekerja KIBA.

 

“Posko menerima pengaduan untuk konsultasi maupun pendampingan bagi buruh yang di-PHK maupun yang terancam di-PHK dan mendampingi buruh untuk memastikan hak-haknya dipenuhi oleh perusahaan” Jelas Junaedi.

 

Selain itu, SBIPE dan Balang Institute berencana akan menyelenggarakan aksi protes sebagai bentuk penolakan mereka atas gelombang PHK yang semakin massif terjadi di KIBA.

 

“SBIPE percaya bahwa pembangunan industri seharusnya tidak dilakukan dengan mengorbankan martabat dan kepastian hidup pekerja. Kami menegaskan, keamanan kerja bukan sekadar angka dalam laporan keuangan, melainkan soal keadilan dan kelangsungan hidup manusia.” Tutup Junaid Judda.


Sikap dan Tuntutan SBIPE KIBA dan Balang Institute:

  1. Mengecam keras keputusan PHK sepihak yang dilakukan oleh PT. Huadi Nickel Alloy Indonesia sebagai bentuk pengabaian terhadap hak-hak pekerja.
  2. Menolak alasan efisiensi sebagai dasar PHK karena tidak disertai bukti objektif dan dilakukan tanpa musyawarah, sehingga cacat secara hukum dan moral.
  3. Mendesak BUPATI Bantaeng untuk segera mengambil langkah tegas melindungi warganya dari gelombang PHK sepihak ini, termasuk memfasilitasi mediasi dan mengawal hak-hak pekerja secara aktif.
  4. Menyerukan kepada seluruh serikat buruh, organisasi masyarakat sipil, dan media lokal untuk bersama-sama mengawasi dan menyuarakan penolakan terhadap praktik PHK sewenang-wenang oleh perusahaan tambang dan smelter di Bantaeng.


Posting Komentar untuk "Belasan Buruh Kembali di PHK Menjelang Lebaran, Gelombang PHK PT. Huadi Masih Terus Berlanjut. "