Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Esensi Siri’ Na Pacce Dalam Memanusiakan Manusia

 














DIALEKTIKA MASSA - Perkembangan ilmu pengetahuan yang massif pada masa temporer membuat revolusi yang signifikan di berbagai lini kehidupan. Perubahan yang radikal ini tidak terlepas dari pengaruh negara-negara yang terletak di bagian bumi utara. Negara yang notabene negara maju dengan penguasaan science dan teknologi serta kebijakan yang mendukung akumulasi kapital primitive, telah menciptakan kondisi Masyarakat kelas pekerja yang jauh dari alat kerja atau alat produksi. Keadaan tersebut semakin mendistorsi kehidupan sosial Masyarakat dimana kesenjangan antara si miskin dan si kaya semakin melebar. Para kaum feodal dan borjuis dengan kekuatan modal nya didukung oleh kebijakan dan kekuatan  militer telah menancapkan kekuasaannya kepada negara-negara ke tiga yang didominasi oleh kaum proletariat berupa kaum tani dan buruh tani. Keperkasaan dan ketangguhan kapital negara-negara yang terletak di bumi bagian utara, membuat mereka lebih superior dibandingkan negara yang terdapat di bumi bagian Selatan. Meningkat nya keperluan bahan baku mentah untuk kebutuhan industri didalam negeri di Tengah keterbatasan sumber daya alam yang dimiliki oleh negeri-negeri tersebut. Membuat mereka, berambisi menaklukan daerah baru untuk mengakumulasi kapital di negerinya. Dengan keserakahan dan keangkuhan yang tidak kenal etika dan jauh dari kesan ilmiah, mereka merebut tanah bangsa-bangsa di negeri bagian bumi selatan dengan melakukan kolonialisme dan imperialisme guna mendapatkan bahan baku mentah untuk memenuhi kebutuhan industri mereka serta menjaga perputaran kapital mereka. Dalam melaksanakan misi tersebut, mereka menggunakan istilah yang revolusioner sehingga terkesan idealis, untuk menutupi kedok mereka. Kita mengenalnya sebagai 3G (Gold, Glory and Gospel). Mereka tidak hanya melakukan penjajahan, penindasan, perampasan dan penghisapan. Akan tetapi mereka melakukan perombakan dalam kehidupan sosial budaya terhadap bangsa yang menjadi koloni nya. Mereka membawa kultur yang ada dinegeri mereka untuk diterapkan ke negara jajahannya.

Kolonialisme dan imperialisme yang dilakukan oleh negeri-negeri bagian utara berhaluan kanan/kapitalis terhadap negeri-negeri di bagian bumi Selatan membuat jati diri atau kepribadian bangsa bergeser kepada nilai-nilai yang terdapat di negeri imperial tersebut. Bangsa-bangsa di Nusantara yang mengalami kolonialisme dan imperialisme selama ratusan tahun, membuat jadi diri dan identitas bangsa kita menghilang. Hal ini dapat dilihat bagaimana kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Seringkali kita lihat di TV, banyak pejabat birokrasi yang terjerat kasus KKN baik itu ditingkat pusat maupun daerah. Sama halnya yang terjadi di lingkungan Masyarakat, degradasi moral yang menyebabkan banyaknya peristiwa yang jauh dari kata manusiawi. Ini dapat dilihat dari lingkungan Masyarakat dimana banyaknya kasus pembunuhan, perampokan, pemerkosaan dan bentuk perilaku menyimpang lainnya. Begitu juga yang terjadi dikalangan generasi muda, akibat pergeseran nilai moral mengakibatkan terjadinya berbagai penyimpanan, berupa penggunaan narkotika, kenakalan remaja dan pergaulan bebas.

 

“Punna tena mo sirik nu, bajikangang mami matea. Ka labbirikan mami intu olok oloka na kau”

(“Jika malu sudah hilang dari dirimu, lebih baik mati saja. Karena Binatang lebih mulia dari kamu”)

_Ahmad Taufik Al Hidayat_

Imperialisme dan kolonialisme yang terjadi di Indonesia selama beberapa ratusan tahun mengakibatkan terjadinya degredasi moral di Masyarakat nusantara. Penurunan moral ini dapat menghilangkan esensi manusia itu sendiri. Esensi pembeda antara manusia dan makhluk lain adalah  pada aspek moralnya. Pada moral lah manusia menemukan esensi kemanusiaannya, sehingga etika dan moral seharusnya menjadi landasan tingkah laku manusia dengan segala kesadarannya. Ketika norma moral (moralitas) tidak ditakuti/dihargai maka Masyarakat akan kacau. Moralitas mempunyai nilai yang universal, dimana seharusnya menjadi spirit landasan tindakan manusia. Norma moral muncul sebagai kekuatan yang amat besar dalam hidup manusia. Norma moral lebih besar pengaruhnya dari pada norma sopan santun (pendapat masyarakat pada umumnya), bahkan dengan norma hukum yang merupakan produk dari dari penguasa. Atas dasar norma moral lah orang mengambil sikap dan menilai norma lain. Norma lain seharusnya mengalah terhadap norma moral.[1]

“orang yang tidak bermoral, ibarat manusia berjalan tanpa jiwa”

_Ahmad Taufik Al Hidayat_

Ada yang mendefinisikan etika dan moral sebagai teori mengenai tingkah laku manusia yaitu baik dan buruk yang masih dapat dijangkau oleh akal. Moral adalah suatu ide tentang tingkah laku manusia (baik dan buruk) menurut situasi yang tertentu. Fungsi etika itu ialah mencari ukuran tentang penilaian tingkah laku perbuatan manusia (baik dan buruk) akan tetapi dalam praktiknya etika banyak sekali mendapatkan kesukaran-kesukaran. Hal ini disebabkan ukuran nilai baik dan buruk tangkah laku manusia itu tidaklah sama (relatif) yang tidak terlepas dari alam masing-masing. Namun demikian etika selalu mencapai tujuan akhir untuk menemukan ukuran etika yang dapat diterima secara umum atau dapat diterima oleh semua bangsa didunia ini. Perbuatan tingkah laku manusia itu tidaklah sama dalam arti pengambilan suatu sanksi etika karena tidak semua tingkah laku manusia itu dapat dinilai oleh etika.[2]

“Seseorang harus mati dengan bangga, Ketika tidak mungkin lagi hidup dengan bangga”

_Frederich Nietsche_

Dalam teori Sigmund Freud, manusia dalam tingkah lakunya dipengaruhi oleh insting hidup dan insting kematian, dalam struktur kerjanya membentuk kepribadian. Kehidupan jiwa memiliki tingkat kesadaran, yaitu sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tidak sadar (unconscious).  Freud kemudian berpendapat bahwa kepribadian merupakan suatu sistem yang terdiri dari 3 unsur, yaitu id, ego dan super ego. Mekanisme terbentuknya kepribadian terjadi pada saat id yang bersifat sebagai penggerak dalam melakukan tingkah laku yang bersifat memuasakan memberikan sinyal atau energi psikis kepada ego untuk mewujudkan keinginan ego tersebut. Dalam teori Psikoanalisis Freud yang bertugas menimbang baik buruknya suatu tingkah laku, yakni super ego. Super ego dapat mempertimbangkan suatu tingkah laku dengan melihat kesusaian dengan nilai, norma, adab yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat terjadi jika unsur super ego tidak dilibatkan dalam pelaksanaan energi id. Jadi dalam teori psikoanalisis super ego memiliki peran dalam menimbang apakah tingkah laku yang kita lakukan sesuai dengan nilai dan etika yang berlaku.

Dalam suatu wilayah tertentu, masing-masing kelompok Masyarakat memiliki aturan tersendiri dalam mengatur tingkah laku anggota masyarakatnya. Sebagaimana Masyarakat Bugis-Makassar yang memiliki falsafah tersendiri dalam mengatur tingkah laku masyarakatnya yakni Siri Na Pacce. Secara harfiah Siri’ berarti malu, sedangkan secara makna merupakan suatu sistem nialai sosial, budaya dan kepribadian yang merupakan suatu sistem nilai sosial, budaya, dan kepribadian yang merupakan pranata pertahanan harga diri dan martabat manusia sebagai individu dan anggota Masyarakat. Sedangkan pacce secara harfiah diartikan sebagai perasaaan pedih, pedis atau menyayat hati. Secara maknawi dapat diartikan sebagai perasaan menyayat hati, pilu, bagaikan tersayat sembilu apabila sesama warga Masyarakat atau keluarga atau sahabat ditimpa kemalangan (musibah) sehingga dapatlah ia menjadi sebuah alat dalam mewujudkan sifat solidaritas, rasa kemanusiaan, memberi motivasi walaupun dalam keadaan berbahaya sekalipun. Dalam konsep Bugis Pacce disebut sebagai pesse, konsep ini kurang lebih lebih sama dengan konsep pacce.[3] Pesse sendiri merupakan sebuah nilai falsafah yang dapat dipandang sebagai rasa kebersamaan (kolektivitas), simpati dan empati yang melandasi kehidupan kolektif Masyarakat Bugis-Makassar. Pesse sebagai kebajikan harus berjalan seiring dengan siri. Hal tersebut terlihat dari apa yang telah digambarkan dalam Lontara yang berisi petuah-petuah orang terdahulu.[4]

Falsafah Siri’ na pacce inilah yang harus terus ditanamkan dalam diri setiap individu, sebagai sebuah pemaknaan yang mendalam dari falsafah Bugis-Makassar yang mampu menciptakan orang-orang yang memiliki rasa malu yang kuat serta rasa solidaritas dan belas kasih yang dijunjung tinggi.

Nilai-nilai luhur dalam siri’ na pacce merupakan gambaran kecil dari nilai-nilai budaya yang berakar pada sistem, tekad, dan prinsip yang esensial. Pada hakikatnya, falsafah tersebut merupakan bentuk dari kekayaan pola pikir yang dapat membentuk kekokohan martabat dan harkat dari bangsa ini, sehingga sudah sepatutnya jika pendidikan menjadi patron dalam penanaman nilai-nilai ini.

Bangsa Indonesia yang dulunya memiliki nilai-nilai luhur yang berbudi pekerti dan menjunjung tinggi moralitas dan adat seketika berubah menjadi bangsa yang tidak pernah mengenal adab. Hilangnya jati diri bangsa tersebut diakibatkan oleh penjajahan yang dilakukan oleh Belanda selama ratusan tahun, selain melakukan penjajahan mereka juga membawa kultur, nilai, adat dan budaya mereka ke Indonesia. Akibat pergeseran nilai tersebut mengakibatkan bangsa Indonesia kehilangan arah, tidak memiliki tujuan yang jelas sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi carut marut. Bangsa Indonesia selama perjalanannya selalu diwarnai oleh berbagai gejolak peristiwa, mulai dari pemberontakan yang sarat akan kepentingan, ideologi dan kekuasaan. Pergolakan tersebut menyebabkan terjadinya tragedi kemanusiaan, seperti genosida, pembunuhan dan penculikan. Degradasi moral tersebut dapat di cegah dengan melakukan penguatan karakter. Penguatan karakter dapat dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai siri na pacce. Nilai budaya Siri’ na pacce menjadi prinsip pembentuk kesadaran hukum Masyarakat. Nilai Siri’ na Pacce ini dalam Masyarakat Bugis-Makassar mengajarkan tentang moralitas kesusilaan berupa ajaran, larangan, hak dan kewajiban yang mendominasi Tindakan manusia untuk menjaga serta mempertahankan kehormatannya. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa betapa besar pengaruh nilai-nilai Siri na Pacce bagi sikap hidup Masyarakat dalam berbangsa dan bernegara. Budaya siri na pacce ini adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh bangsa ini, untuk menjadi sebuah bangsa yang besar. Untuk itu diperlukan sosok yang muda yang memiliki jiwa dan karakter yang mapan karena pemuda adalah calon pemimpin dan pemilik bangsa ini. Mereka harus memiliki siri’ na pacce dalam diri mereka, dengan adanya budaya siri’ na pacce anak pemuda bangsa ini akan menjadi lebih peka terhadap segala macam persoalan yang sedang melanda bangsa ini.

 

 DAFTAR PUSTAKA

Afala, L. M. (2019). REZIM ADAT DALAM POLITIK LOKAL (Komunitas Adat Towani Tolotang dalam Arena Politik Lokal). Malang: Tim UB Press.

Liliweri, A. (2002). MAKNA BUDAYA DALAM KOMUNIKASI ANTARBUDAYA. Yogyakarta: PT LKiS Printing Cemerlang .

Wilujeng, S. R. (2013). FILSAFAT, ETIKA DAN ILMU: Upaya Memahami Hakikat Ilmu dalam Konteks Keindonesiaan. humanika, 79-90.

Abadi, T. W. (2016). Aksiologi: Antara Etika, Moral, dan Estetika. Kanal (JURNAL ILMU KOMUNIKASI), 187-204.

 Wilujeng, S. R. (2013). FILSAFAT, ETIKA DAN ILMU: Upaya Memahami Hakikat Ilmu dalam Konteks Keindonesiaan. humanika, 79-90.

[2] Abdi, T. W. (2016). Aksiologi: Antara Etika, Moral, dan Estetika. Kanal (JURNAL ILMU KOMUNIKASI), 187-204.

[3] Liliweri, A. (2002). MAKNA BUDAYA DALAM KOMUNIKASI ANTARBUDAYA. Yogyakarta: PT LKiS Printing Cemerlang .

[4] Afala, L. M. (2019). REZIM ADAT DALAM POLITIK LOKAL (Komunitas Adat Towani Tolotang dalam Arena Politik Lokal). Malang: Tim UB Press.

 


(PENULIS ; Ahmad Taufik Al Hidayat merupakan seorang pria yang lahir di Bantaeng pada 18 Februari 2002. Taufik memiliki kebiasaan membaca buku sejak di sekolah dasar. Dia sering membuat tulisan-tulisan berupa cerpen di buku-bukunya. Sampai sekarang Taufik masih menekuni kebiasaan tersebut, membaca buku dan menulis. Taufik bertekad untuk membuat buku karya nya sendiri.)

 



[1] 

Posting Komentar untuk "Esensi Siri’ Na Pacce Dalam Memanusiakan Manusia"