Tangis Nengsih (Buruh Perempuan PT. Huadi) di depan mahasiswa UNM, Ceritakan Kisah Pilunya Selama Bekerja.
Kamis 25 September 2025 sekitar pukul 19.00 wita Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (BEM FISH) UNM menjalan kegiatan panggung bebas ekspresi bertajuk “SEPTEMBER MASIH HITAM”. Kegiatan yang dihadiri oleh ratusan mahasiswa ini bertujuan untuk merefleksikan tindakan-tindakan kekerasan yang telah dilakukan oleh Negara selama ini. Bahkan, saat ini kekerasan itu masih langgeng dan pastinya menyasar rakyat terutamanya mereka yang berjuang. Penampilan yang disuguhkan beragam, mulai dari lagu, puisi, hingga testimoni,yang pastinya bermuatan semangat dan ajakan untuk berjuang bersama.
Dalam sela-sela penampilan, BEM FISH UNM membuka ruang bagi buruh KIBA untuk menyampaikan masalah apa yang mereka hadapi saat ini hingga bagaimana perkembangan proses perjuangan yang mereka lakukan.
Nengsih, buruh perempuan PT. Huadi, yang juga merupakan anggota dari Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi (SBIPE) – Kawasan Industri Bantaeng (KIBA), mewakili buruh-buruh KIBA yang saat ini berjuang menuntut hak mereka untuk menyampaikan testimoninya di depan mahasiswa UNM yang hadir dalam agenda panggung bebas ekspresi tersebut.
Nengsih menjelaskan bahwa dia bekerja di di PT. Huadi kurang lebih selama 4 tahun. Dan selama dia bekerja disana banyak hak nya yang dia tidak dapatkan terutama sebagai buruh perempuan.
“Kurang lebih 4 tahun saya bekerja di KIBA. Dan selama itu pula saya kerap tidak mendapatkan hak saya sebagai pekerja terutama sebagai pekerja perempuan. Dalam keadaan pertama haid buruh perempuan tetap dipaksa untuk bekerja, bahkan kejamnya dalam situasi hamil perempuan buruh tetap dipaksa untuk bekerja. Sehingga buruh perempuan kerap mengalami keguguran atas situasi tersebut. Saya adalah salah satu dari 4 buruh perempuan yang pernah mengalami keguguran selama bekerja di KIBA.” Jelas Nengsih dengan mata yang berkaca-kaca bahkan hingga air mata itu menetes mengingat kisah pilunya.
“Bahkan, setelah keguguran, seperti tidak memiliki hati nurani, buruh perempuan tetap dipaksa untuk kembali bekerja tanpa memperdulikan sakit yang masih dirasakan dan rasa sedih yang teramat dalam yang masih mengguncang seorang buruh perempuan setelah keguguran. Setelah saya keguguran, dokter menyarankan saya untuk beristirahat, namun setelah 3 hari saya tidak masuk bekerja pasca keguguran saya kemudian dipanggil untuk kembali masuk bekerja dan diancam akan mendapat pemotongan upah ketika masih tidak hadir bekerja.” Tambahnya.
Kisah pilu yang diceritakan oleh Nengsih semakin menguatkan dugaan praktik kerja paksa yang dilakukan oleh perusahaan terhadap buruhnya. Sebelumnya kita ketahui bersama bahwa sejak awal PT. Huadi berdiri di kabupaten Bantaeng, perusahaan tersebut telah menerapkan sistem kerja ekstrem kepada buruhnya. PT. Huadi menerapkan 2 mekanisme kerja yaitu kerja shift dan regular. Pada mekanisme kerja Shift, buruh akan dipekerjakan selama 12 jam kerja dalam 5 hari kerja. Pasangan sistem kerja regular, buruh akan dipekerjakan selama 10 jam kerja dalam 7 hari kerja atau tanpa libur sama sekali. 2 mekanisme kerja tersebut telah melebihi ketentuan jam kerja berdasarkan UU no. 13 tahun 2023 tentang ketenagakerjaan. Dimana pada pasal 77 ayat 2 sudah menjelaskan bahwa waktu kerja yaitu 7 jam dalam 1 hari untuk 6 hari kerja atau 8 jam dalam 1 hari untuk atau 40 jam dalam 1 Minggu.
Kelebihan waktu kerja tersebut seharusnya dihitung sebagai waktu lembur yang memiliki porsi upah berbeda dari gaji pokok bulanan para buruh. Namun, PT. Huadi memiliki hitungan yang berbeda dari regulasi yang ada, mereka seakan tidak menghitung kelebihan jam kerja buruh sehingga buruh mendapatkan upah tidak sesuai sebagaimana mestinya.
2 masalah di atas semakin memperkuat dugaan sistem kerja paksa yang dilakukan oleh PT. Huadi. Iqbal dari KontraS Sulawesi yang juga humas dari Solidaritas Untuk Buruh KIBA sebuah koalisi yang turut menyuarakan kasus buruh KIBA di Makassar, turut menyampaikan ajakan kepada peserta panggung bebas ekspresi untuk terlibat dalam solidaritas dan mendukung perjuangan buruh KIBA.
“PT. Huadi yang telah ditetapkan melakukan pelanggaran oleh pengawas ketenagakerjaan provinsi Sulawesi Selatan karena tidak memberikan upah kepada buruh sebagaimana mestinya, bukannya membayarkan hak buruh, mereka malah menggugat buruhnya di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Tindakan ini semakin tidak memperlihatkan itikad baik dari perusahaan untuk memenuhi hak-hak buruh, bahkan tindakan ini telah melanggar perjanjian bersama antara buruh dan perusahaan yang disaksikan langsung oleh bupati, kapolres dan disnaker kabupaten Bantaeng dan semuanya telah bertanda tangan pada 29 Juli 2025 di kantor Bupati Bantaeng.” Jelas Iqbal.
Dia kemudian menjelaskan perkembangan perjuangan buruh KIBA dan bagaimana upaya perlawanan kedepannya.
“Saat ini di Bantaeng, Buruh KIBA kembali melakukan pendudukan di kantor DPRD Kabupaten Bantaeng tepatnya di komisi A dengan membangun posko perjuangan setelah sebelumnya menyatakan menyegel kantor DPRD Bantaeng. Ini dilakukan karena DPRD Bantaeng gagal melakukan pertemuan semua pihak membahas terkait PT. Huadi yang telah melanggar perjanjian bersama yang telah dibangun. Mereka kemudian kembali dijanjikan untuk dipertemukan dengan semua pihak pada 6 Oktober 2025.” Tambahnya.
Untuk PHI, sidang kembali akan dilaksanakan pada tanggal 30 September 2025.
“PHI sudah memasuki sidang ke 5 dengan agenda pemeriksaan saksi penggugat dan tergugat dan pemeriksaan bukti tergugat dalam hal ini buruh KIBA. Sebenarnya, sidang sebelumnya mengagendakan pemeriksaan saksi dan bukti penggugat dalam hal ini perusahaan. Namun, mereka hanya mengumpulkan bukti tapi tidak menghadirkan saksi sehingga pemeriksaan saksi penggugat ditunda dan akan dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan saksi tergugat. Pada sidang nantinya, buruh KIBA melalui SBIPE KIBA berencana akan memobilisasi ratusan buruh untuk hadir di persidangan dan menyaksikan jalannya sidang secara langsung pada 30 September mendatang. Ini harus disambut oleh gerakan rakyat yang ada di Makassar. Sehingga dalam kesempatan kali ini, saya mengajak kawan-kawan untuk hadir dan memberikan dukungan kepada buruh KIBA yang sedang memperjuangkan haknya.” Jelas Iqbal.
Pelaporan yang dilakukan oleh perusahaan terhadap buruhnya memberikan sinyal buruk bagi hubungan industrial. Karena, pelanggaran atau kejahatan kerja yang dilakukan oleh perusahaan kemudian berupaya untuk ditutup-tutupi menggunakan instrumen hukum yang seharusnya memberikan perlindungan pada rakyat terutama buruh. Sesuatu hal yang tidak bisa dipandang sebelah mata, sebab ketika instrumen hukum ini malah memutuskan tidak bersalah bagi perusahaan nakal, maka akan semakin banyak perusahaan-perusahaan nakan yang akan menggunakan metode tersebut untuk menyamarkan kejahatan kerja yang mereka lakukan kepada buruhnya.
Posting Komentar untuk "Tangis Nengsih (Buruh Perempuan PT. Huadi) di depan mahasiswa UNM, Ceritakan Kisah Pilunya Selama Bekerja."