Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Petani Polongbangkeng Kepung Polres Takalar, Respon Atas Upaya kriminalisasi 2 Perempuan Petani Polombangkeng


Senin, 23 Desember 2024. Pemandangan berbeda terlihat di pekarangan kantor Polres Takalar sejak pagi hari. Puluhan petani Polombangkeng terlihat memenuhi halaman depan kantor Polres Takalar meskipun hujan mengguyur dengan derasnya. Kedatangan mereka merupakan respon atas pemanggilan terhadap 2 perempuan tani di Kampung Beru. Surat pemanggilan yang diterima sejak Selasa 17 Desember 2024 bertujuan untuk meminta keterangan atau klarifikasi atas laporan informasi yang diterima polres Takalar.

 

Semua yang terjadi saat ini di polombangkeng Takalar merupakan imbas dari konflik panjang antara petani Plombangkeng dengan PTPN. Pasalnya lahan perkebunan tersebut merupakan lahan rampasan dari petani Polombangkeng. Praktek perampasan tanah sudah terjadi sejak 1987, dimana saat itu aparat pemerintahan bahkan militer dikerahkan untuk meminta petani menyerahkan tanahnya untuk dijadikan lahan perkebunan tebu. Mereka dijanjikan bahwa lahan tersebut hanya dikontrakkan selama 25 tahun dan setelah itu akan dikembalikan kepada pemiliknya. Namun dalam perjalanannya, terbit sertifikat HGU tanpa sepengetahuan dan persetujuan petani. Inilah yang mendasari konflik terus terjadi hingga saat ini.

 

Petani Polombangkeng terus mendesak agar tanah-tanah mereka dikembalikan. Mereka melakukan aksi protes, surat keberatan, RDP, dan langkah lainnya sebagai upaya mereka untuk mendesak perusahaan maupun pemerintah untuk mengembalikan tanah-tanah mereka. Protes kian memuncak sejak HGU PTPN berakhir seluruhnya pada 9 Juli 2024. Bukannya menghentikan dan mengembalikan tanah-tanah milik petani, PTPN malah semakin aktif melakukan pengolahan lahan dan tanaman bahkan dengan mendapatkan pengawalan dari aparat bersenjata lengkap.

 

Tidak hanya sampai disitu, PTPN bahkan melakukan cara culas dan kotor dengan mengerahkan puluhan bahkan ratusan pekerjanya ke lokasi pengolahan lahan meski mereka tidak melakukan aktivitas apapun. Hal ini hanya akan memunculkan konflik horizontal antara petani dan pekerja PTPN.

 

Luas lahan perkebunan tebu PTPN 1 Region 8 berkisar 6.500 Ha, dengan luasan tersebut ternyata PTPN hanya mampu mengelola sebagian kecil lahannya. Sebagian kecil lainnya dikelola dengan cara dimitrakan dengan pihak ke 3 baik dari perusahaan lain maupun warga sekitar. Sebagian besar lahan PTPN akhirnya terbengkalai. Selain itu, proses pembersihan lahan juga dilakukan secara barbar oleh PTPN dengan cara membakar. Ini menunjukkan bahwa PTPN sebenarnya tidak mampu mengelola semua lahannya dengan baik, sehingga tanah-tanah yang seharusnya produktif menjadi tidak produktif dan terbengkalai. Padahal, tanah-tanah tersebut akan lebih bermanfaat dan produktif apabila diolah oleh petani.


 

Upaya kriminalisasi 2 perempuan tani Polombangkeng adalah bukti lambannya pemerintah dalam melakukan upaya penyelesaian konflik. Upaya penyelesaian konflik yang dimaksud tidak hanya sekedar membuktikan melalui dokumen, tapi membuktikan praktik kotor perampasan lahan dan manipulasi perusahaan pada masa lalu melalui tim pencari fakta.

 

Fajrin, pengabdi bantuan hukum LBH Makassar yang juga merupakan kuasa hukum perempuan tani Polombangkeng yang dikriminalisasi menyampaikan bahwa ini adalah upaya untuk menakut-nakuti petani yang dilakukan oleh perusahaan.

 

“Pelaporan polisi yang melaporkan 2 perempuan petani polongbangkeng Takalar karena menduduki dan menggarap lahannya sendiri, merupakan upaya menakut-nakuti warga yang sedang memperjuangkan hak atas tanah mereka yang selama ini telah dirampas oleh PTPN. Ini juga dikarenakan kelambanan pemerintah dalam melakukan upaya penyelesaian konflik terutama membongkar fakta perampasan tanah di masa lalu yang dilakukan oleh perusahaan yang berimbas pada konflik berkepanjangan antara petani dan PTPN.” Ujar Fajrin.

 

Ijul pimpinan AGRA Sulsel memberikan tanggapan atas upaya kriminalisasi 2 perempuan tani Polombangkeng. Menurutnya, PTPN 1 Region 8 terus berupaya meredam perlawanan petani dengan segala macam cara.

 

“Ini adalah cara untuk meredam perlawanan petani Polombangkeng Takalar yang sampai saat ini masih memperjuangkan hak mereka atas tanah yang dirampas oleh PTPN puluhan tahun yang lalu. Namun, petani Polombangkeng merespon upaya kriminalisasi ini dengan solidaritas yang membuktikan bahwa mereka masih bersatu dan kompak. Ini malah menjadi momentum petani Polombangkeng memperkuat persatuan mereka dan semakin menyadarkan mereka bahwa satu-satunya kekuatan yang mereka miliki adalah persatuan.” Jelas Ijul.


Posting Komentar untuk "Petani Polongbangkeng Kepung Polres Takalar, Respon Atas Upaya kriminalisasi 2 Perempuan Petani Polombangkeng"