Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

IRONI KAMPUS MERAH ! Pelecehan Seksual, Drop Out Hingga Kriminalisasi Mahasiswa.


Apa yang terjadi?

Beberapa hari terakhir, Universitas Hasanuddin (Unhas) kembali mencatatkan preseden buruk dalam memastikan ruang aman terhadap seluruh mahasiswanya. Firman Saleh, seorang dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unhas mendapatkan sanksi administratif berupa pemberhentian sementara (skors) selama dua semester. Sanksi administratif tersebut diberikan setelah Firman terbukti melakukan tindakan pelecehan dan/atau kekerasan seksual (KS) dalam lingkungan kampus Unhas.

Pemberhentian sementara Firman Saleh menimbulkan protes yang keras oleh massa luas di Unhas. Mulai dari dosen, mahasiswa, tenaga kependidikan hingga orang tua mahasiswa menuntut dijatuhkannya sanksi yang lebih berat kepada pelaku. Protes ini bukan tanpa sebab, penanganan KS di Unhas secara historis tidak pernah begitu serius. Ingatan kolektif massa luas di Unhas mencatat berbagai penanganan KS di Unhas hanya berhenti pada sanksi skors atau bahkan tidak terpublikasi sama sekali.

Ditengah-tengah protes terhadap penanganan KS yang dianggap tidak serius, Unhas tiba-tiba mengeluarkan Keputusan Rektor tentang pemberhentian tidak dengan hormat terhadap salah satu mahasiswa yang menjadi bagian dari massa yang melakukan protes terhadap sanksi yang diberikan oleh Unhas. 

Bak pepatah “Semut di seberang lautan terlihat, gajah di pelupuk mata tak nampak” Rektorat Unhas telah menegaskan keberpihakannya, dan itu bukan kepada korban dan mahasiswa.

Tebang Pilih Penegakan Etik dan Hukum

Pemimpin otoriter menciptakan hukum yang represif, sementara pemimpin demokratis menghasilkan hukum yang lebih responsif. Aturan administratif di Unhas, seperti kode etik, pembatasan aktivitas melalui jam malam, dan banyak kebijakan lain, begitu mengikat dan menundukkan mahasiswa. Sementara itu, banyak hal tentang pelanggaran yang dilakukan dan dibiarkan oleh lingkaran Rektorat Unhas lagi-lagi menunjukkan bahwa Unhas berhasil menunjukkan watak fasisnya.

Sebut saja penangkapan paksa yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan (Polda Sulsel) terhadap 11 orang mahasiswa Unhas pada bulan Juni lalu. Penangkapan tersebut dilakukan setelah seluruh mahasiswa Unhas mengadakan aksi protes kenaikan UKT dan berbagai isu demokratisasi kampus lainnya. Mereka ditangkap dan dibawa ke ruangan Cyber Crime Polda Sulsel tanpa menerapkan prosedur penangkapan yang berlaku. Respon Rektorat Unhas abai, tak ada satupun pernyataan resmi yang keluar.

Firman Saleh bukan satu-satunya pelaku KS yang mendapatkan sanksi administratif yang katanya berat tapi nyatanya tidak. Sebelumnya ada Hasbi Marissangan yang juga mendapatkan sanksi administratif yang sama. Hal yang sama tidak terjadi pada mahasiswa. Di Fakultas Teknik, 18 orang telah diskorsing dengan alasan yang beragam. Beberapa diantaranya karena melaksanakan kegiatan tanpa Surat Rekomendasi Kegiatan, ada juga yang diskorsing cuma karena membantu seorang mahasiswa baru yang jatuh pingsan.

Puncaknya, ketika Rektor Unhas mengambil keputusan untuk memberikan sanksi drop out terhadap Alief Gufran, salah satu mahasiswa Unhas yang menjadi bagian dari massa protes terhadap sanksi yang diberikan kepada Firman Saleh. Alief adalah korban pembungkaman demokrasi di Unhas. Ia vokal menyampaikan tuntutan tentang demokratisasi kampus. Namun yang diterima Alief justru dituduh melanggar Kode Etik Mahasiswa. Proses persidangan melalui Majelis Kode Etik Mahasiswa (MKEM) tidak sesuai prosedur. Tidak seperti dua Dosen pelaku KS sebelumnya, kasusnya terkesan dipolitisasi, ruang demokratis ditutup rapat-rapat. Tidak ada tempat bagi Alief untuk berpendapat dan menyampaikan pembelaan atas sanksi yang didakwakan kepadanya. Terbukti dengan Surat Keputusan tentang drop out nya yang baru diterima 4 hari setelah ditandatangani dan Alief sudah tidak bisa melakukan banding.

Berhari-hari Protes, Mahasiswa jadi korban Kriminalisasi

Tidak sampai di Alief, watak fasis Rektorat ditunjukkan kembali melalui penanganan aksi protes yang dilakukan mahasiswa setiap harinya. Pada 28 November 2024, aksi protes yang dilakukan secara demokratis melalui nonton bareng dan diskusi di beberapa fakultas direspon keras dengan pembubaran dan penangkapan. Satuan Pengamanan kampus bersama Kepolisian Resor Kota Besar Makassar (Polrestabes Makassar) menangkap mahasiswa secara membabi buta. Meskipun terdapat tindakan pengrusakan oleh Orang Tidak Dikenal (OTK), alih-alih menyasar mereka yang melakukan pengrusakan, dalam keadaan hujan penangkapan dilakukan terhadap mahasiswa yang sedang berteduh di halte, sekretariat lembaga kemahasiswaan, bahkan mahasiswa yang sedang mencari makan malam.

Jurnalis pers mahasiswa dari Redaksi Catatan Kaki Unhas juga menjadi korban penangkapan. Berdasarkan informasi yang didapatkan oleh Lembaga Bantuan Hukum Makassar (LBH Makassar), mereka ditangkap atas laporan Rektorat Unhas atas berita yang sebelumnya diterbitkan Redaksi Catatan Kaki Unhas. Padahal penyelesaian sengketa pers jelas harus mengacu pada Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. 


Protes Harus Tetap Berlanjut!

Seluruh mahasiswa Unhas yang ditangkap oleh Polrestabes Makassar telah dibebaskan saat rilis ini ditulis. Hal ini membuktikan bahwa memang penangkapan dilakukan dengan sewenang-wenang. Di sisi lain, kemenangan kecil berhasil didapatkan. Rektorat Unhas telah mengirimkan surat rekomendasi pemecatan terhadap Firman Saleh kepada Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi.

Meskipun hal tersebut telah terjadi, tapi jelas akar permasalahan yang dihadapi mahasiswa belum terjawab. Atas dasar itu, Front Mahasiswa Nasional Universitas Hasanuddin menyerukan:

  1. Rektor Unhas dan seluruh jajarannya serta Satgas PPKS harus mundur dari jabatannya. Sebab telah gagal melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai pimpinan kampus yang seharusnya mewujudkan ruang aman dan demokratis bagi seluruh mahasiswa Unhas.
  2. Massa mahasiswa unhas tidak boleh tinggal diam, protes harus terus berlanjut. Sebab seluruh korban watak fasis dan gagalnya Rektorat Unhas dalam mewujudkan ruang aman saat ini hanyalah satu dari sekian banyak kemungkinan seluruh mahasiswa yang menjadi korban.
  3. Bangun kekuatan massa mahasiswa Unhas, Rebut Demokrasi sejati di dalam kampus.

Jayalah Perjuangan Massa !

Posting Komentar untuk "IRONI KAMPUS MERAH ! Pelecehan Seksual, Drop Out Hingga Kriminalisasi Mahasiswa."