Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Manfaat Menjadi Aktivis Tani? Ini Jawabanku

 

Ilustrasi/Kalaliterasi.com

*Artikel ini telah diterbitkan oleh Kalaliterasi.com pada 22 November 2017.  Kami melakukan republikasi tanpa mengubah judul, isi artikel hingga gambar ilustrasi.

Penulis/Editor: Abdul Salman (Alumni FMN Makassar, saat ini aktif di AGRA Sulsel)

Menurut saya tidak adil jika menjawab pertanyaan kawan Nuni secara langsung — lisan — saat dia (baca; Nuni) menitip pertanyaanya melalui Yulia Qurani. Pertanyaanya seperti ini, “Apa manfaat bagi saya (Abdul Salman) , dan kenapa harus memilih kerja seperti itu?”

Pertanyaanya tersebut memanglah khusus buat saya, tapi menurut penerawangan masih banyak di lingkaran teman saya juga punya pertanyaan serupa dan belum siap menanyakan ke saya. Supaya tidak mengulangi pertanyaan serupa, penting kiranya menjawab hal ini lewat ruang paling pribadi dimana saya bebas menuangkan gagasan yaitu melalui tulisan.

Pertama izinkan saya menjelaskan apa, bagaimana, kenapa saya memilih pekerjaan ini dan apa manfaat (Income : gaji) bagi saya dari pekerjaan ini.

Sekarang saya berkerja di Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA). AGRA adalah organisasi tani nasional berdiri secara resmi pada tahun 2004 sebagai karya bersama dan terbaik dari kaum tani di bawah tindasan Orde Baru Suharto, dari mereka yang berani mempertahankan tanah dan harta terakhirnya dari perampasan tanah oleh perkebunan besar negara, perkebunan besar swasta, pertambangan besar, proyek konservasi, dan proyek infrastruktur. AGRA beranggotakan kaum tani miskin dan buruh tani, suku bangsa minoritas (SBM), nelayan miskin, pemukim dan penggarap yang tinggal di tengah dan sekitar area hutan. AGRA tersebar di 18 provinsi Indonesia.

AGRA mempromosikan dan memperjuangkan hak petani, nelayan dan sukubangsa minoritas untuk keadilan pengelolaan sumberdaya alam agar mencapai kesejahteraan. Kegiatan utama AGRA adalah riset, penguatan komunitas, kampanye, advokasi kebijakan, dan memperkuat kerjasama dengan organisasi kemasyarakatan, LSM, baik di tingkat nasional maupun Internasional, serta bekerjasama dengan lembaga negara demi terwujudnya reforma agraria sejati dan industrialisasi nasional sebagai dasar utama kemajuan rakyat dan bangsa Indonesia

Penjelasan di atas sudah mewakili dua pertanyaan yaitu apa pekerjaan saya dan bagaimana cara kerjanya. Tapi perlu dijelaskan bahwa, saya tidaklah seperti tokoh legendaris, seorang revolusioner, dokter, pengarang, pemimpin gerilya, diplomat dan pakar teori militer Marxis Argentina. Dia adalah Che Guevara. Sebagai pelajar medis muda, Guevara menjelajahi seluruh Amerika Selatan dan menyoroti kemiskinan, kelaparan dan penyakit yang ia saksikan. Sikap sinisnya terhadap kaum borjuis membuatnya terpanggil melawan segala bentuk ekploitasi oleh Amerika Serikat terhadap Amerika Latin. Dimulai sejak keterlibatannya dalam reformasi sosial Guatemala melengserkan kepemimpinan Presiden Jacobo Árbenz. Karena saya hanya seorang sarjana pendidikan khusus dari Universitas Negeri Makassar.

Agak mirip dengan alasan nurani Che Guevara. Saya terpanggil untuk ikut serta dalam perjuangan ini setelah melihat dengan jelas bahwa kemiskinan bukanlah takdir melainkan sistem kapitalisme monopoli yang menciptakannya. Mengetahui perampasan upah kerja hasil keringat buruh tani yang tak bertanah oleh tuan-tuan tanah, tidak membuat saya sinis tapi membuat hati saya berontak.

Ditambah lagi bagaimana mungkin seorang buruh pabrik sepatu dibayar gajinya untuk satu bulan sama nilainya dengan dua pasang sepatu yang dibuatnya hanya dalam hitungan 3 jam? Bukankah itu sangat tidak manusiawi ?

Selain itu, pelanggaran hak asasi oleh aparatur kepolisian dan militer, sistem jaminan kesehatan yang riba, kebijakan ekonomi yang tunduk dan patuh pada skema perdagangan global di bawah kepemimpinan imperialisme AS dan membuat banyak masyarakat desa semakin menderita . Beberapa hal di atas masih sama yang dilawan oleh Che Guevara tapi antara saya dan seorang Che tentunya tidak sama. Dan pada persoalan teknis lainnya tentunya sangatlah berbeda. Garis besarnya adalah saya bukan seorang Che Guevara dan ini adalah alasan saya bergabung.

Che Guevara pernah bilang begini, “jika hatimu bergetar melihat penindasan maka kau adalah kawanku.” jadi menurutku kita adalah kawan. Walau hati baru bergetar karena melihat penindasan adalah selemah-lemahnya iman. Bagi saya yang percaya terhadap “mahzab” gerakan perubahan sosial, mungkin takaran iman saya baru naik satu tahapan.

Lalu, apakah orang tua merestui pilihan saya ini. Pada bagian ini saya akui, pekerjaan saya sangat tidak direstui karena tidak menghasilkan gaji.  Pekerjaan kami tidak dibayar dan tidak mendapat donatur sama sekali dari pihak apapun. Sebagai seorang yang harus hidup dalam tekanan tersebut kami harus bertarung hidup untuk mencari alternatif atau pundi-pundi ekonomi lainnya untuk menutupi kebutuhan dan memastikan bisa mengirimi orangtua, saudara yang masih sekolah dan anak — istri bagi yang telah berumah tangga tanpa meninggalkan pekerjaan pokok kami sebagai aktifis tani.

Kesannya saya cukup egois dalam hal menentukan pilihan. Keyakinan terhadap perubahan membuat tekad saya bulat tetap berada dalam garis ini. Sebagai seorang yang yakin atas hukum gerak materi maka segala persoalan pasti terjawab.

Lelucon buat penyejuk hati saat lagi kesulitan dan membahas keuangan kami, tentang kenapa pekerjaan sebagai aktifis tani tidak digaji. Beberapa pimpinan menyampaikan, jika digaji maka akan berlomba-lomba orang yang awalnya anti perubahan mendaftarkan diri menjadi aktivis tani maka perubahan yang dicita-citakan akan segera terwujud. Tapi bagi saya itu cuma klise atas keadaan sekarang.

Bagi saya AGRA tak hanya sebagai organisasi kemasyarakatan. Melainkan universitas yang tidak memiliki ujian semester, hukuman dipecat jika tidak selesai di waktu yang tepat, ijazah, serta angka atas nilai yang menandakan kecerdasan seseorang. Tentunya pengalaman praktik, pengetahuan murni yang didapatkan langsung dari soko guru kehidupan (petani) kita, realitas yang tidak dituliskan dalam buku atau literatur adalah gaji yang cukup tinggi nilainya. Satu manfaat yang tak kalah pentingnya adalah jiwa ini terasa muda terus menerus.

Semoga tulisan ini cukup dan bisa menjawab beberapa pertanyaan yang muncul di benak kawan Nuni dan kawan-kawan lainnya. Semoga terinspirasi dan bisa bergabung dalam gerakan mewujudkan reforma agraria sejati dan industri nasional bagi Indonesia.




1 komentar untuk "Manfaat Menjadi Aktivis Tani? Ini Jawabanku"

  1. Salut, bangga dan hormat setinggi-tingginya bagi seluruh kawan-kawan yang masih teguh dan semangat berjuang demi kedaulatan dan kesejahteraan rakyat Indonesia khususnya kaum tani.

    BalasHapus