Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

SBIPE Bantaeng Ungkap Dugaan Manipulasi Data Upah BPJS dan Pelanggaran Perjanjian Tripatrit Oleh PT. Huadi


Bantaeng, 8 September 2025 – Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi (SBIPE) Bantaeng menyatakan sikap tegas menolak surat klarifikasi yang dikeluarkan PT Huadi Nickel Alloy Indonesia kepada Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Perindustrian Kabupaten Bantaeng. Penolakan tersebut disertai dengan pengungkapan dugaan manipulasi data upah BPJS Ketenagakerjaan serta aksi bersama delapan organisasi rakyat di depan Gedung DPRD Bantaeng untuk mendesak perusahaan dan pemerintah menunaikan kewajiban kepada buruh.


Pelanggaran Perjanjian Tripartit

Ketua SBIPE Bantaeng Junaid Jundda menjelaskan bahwa pada 29 Juli 2025 telah ditandatangani Perjanjian Bersama (PB) antara PT Huadi Nickel Alloy Indonesia dan buruh. Perjanjian itu ditandatangani oleh enam pihak sekaligus, yakni PT Huadi, SBIPE Bantaeng, Bupati Bantaeng, Kapolres Bantaeng, Dinas Ketenagakerjaan, serta Dewan Pengawas Ketenagakerjaan Sulawesi Selatan. Proses penandatanganan turut disaksikan oleh kuasa hukum perusahaan dan advokat LBH Makassar yang mendampingi buruh.


Dalam PB tersebut ditegaskan bahwa apabila terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), perusahaan wajib membayar pesangon penuh sebesar satu kali ketentuan masa kerja sebagaimana Pasal 43 ayat (2) PP Nomor 35 Tahun 2021, karena alasan PHK adalah efisiensi untuk mencegah kerugian.


Namun, pada 29 Agustus 2025 PT Huadi justru hanya membayarkan setengah dari kewajiban itu kepada 213 buruh dengan dasar Pasal 43 ayat (1) yang seharusnya hanya berlaku jika perusahaan terbukti mengalami kerugian.


Sejak awal kami sudah sepakat dalam tripartit. Dalam pertemuan itu jelas terbukti PT Huadi tidak bisa menunjukkan bukti kerugian, artinya PHK yang dilakukan adalah PHK mencegah kerugian, sama seperti kasus PHK sebelumnya. Bahkan hal ini turut disaksikan kuasa hukum perusahaan. Apa yang dilakukan PT Huadi hari ini bukan hanya pelanggaran, tapi juga bentuk penipuan terhadap buruh,” tegas Junaedi Hambali, Kepala Departemen Hukum, Advokasi, dan Kampanye Massa SBIPE Bantaeng.


Surat Klarifikasi PT Huadi Dinilai Cacat Substansi

SBIPE juga menyoroti surat klarifikasi PT Huadi yang diterbitkan pada 7 September 2025. Dalam surat itu, perusahaan menegaskan hanya akan membayar pesangon berdasarkan Pasal 43 ayat (1) PP 35/2021. Padahal, pasal tersebut hanya berlaku jika perusahaan benar-benar mengalami kerugian dan mampu membuktikannya lewat audit internal maupun eksternal.


Sampai hari ini, perusahaan tidak mampu membuktikan adanya kerugian sebagaimana disyaratkan. Mereka sengaja menipu buruh dengan berlindung di balik pasal yang tidak relevan. Ini bentuk pengingkaran terhadap perjanjian bersama yang sah, sekaligus bentuk penipuan terhadap buruh,” tegas Junaedi Hambali.


Ia menambahkan, upaya PT Huadi yang mendorong buruh kembali menempuh mekanisme formal mulai dari penolakan tertulis, perundingan bipartit, hingga Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) merupakan siasat untuk mengulur waktu. 


Perusahaan ingin menghapus makna perjanjian bersama. Kami tidak akan diam terhadap manipulasi dan tipu daya semacam ini,” ujarnya.


Dugaan Manipulasi Data Upah BPJS Ketenagakerjaan

Selain persoalan PHK, SBIPE Bantaeng juga menemukan indikasi manipulasi data upah yang dilaporkan perusahaan kepada BPJS Ketenagakerjaan. Berdasarkan bukti yang ada, terdapat ketidaksesuaian antara data upah riil yang diterima buruh dengan data yang dilaporkan perusahaan.


Salah satu contoh dialami pekerja bernama Nurdin. Dalam catatan transfer gaji Juli 2025, ia hanya menerima Rp 1.517.425 melalui rekening BNI. Namun di aplikasi JMO BPJS Ketenagakerjaan, upahnya tercatat sebesar Rp 3.700.000.


Ini bukan sekadar selisih angka, tapi bentuk manipulasi yang disengaja. Buruh dibayar murah, tapi dilaporkan seolah-olah menerima gaji lebih tinggi. Itu sama saja memalsukan data resmi negara dan menggelapkan hak-hak pekerja,” ujar Ketua SBIPE Bantaeng. 


Ia menegaskan, praktik ini berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum karena termasuk pelanggaran perdata maupun administratif.


Aksi Bersama Organisasi Rakyat

Pada 8 September 2025, SBIPE bersama delapan organisasi rakyat—Ansor, PMII, GMNI, SEMMI, FMN Bulukumba, HMI, HPMB Raya Bantaeng, dan AGRA—menggelar aksi bertajuk Kawal Hak Buruh, KIBA Bantaeng Darurat Demokrasi di depan Gedung DPRD Bantaeng. Aksi ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan 2 September 2025, ketika Ketua DPRD menerima buruh SBIPE dan menyatakan akan memanggil seluruh pihak yang hadir dalam perundingan tripartit 29 Juli 2025 serta membuka kemungkinan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Perlindungan Hak Buruh. Namun hingga aksi digelar, belum ada tindakan nyata dari DPRD.


Usai aksi, perwakilan buruh bersama delapan organisasi rakyat akhirnya diterima oleh DPRD Bantaeng. Dalam pertemuan itu disepakati bahwa pada 9 September 2025 DPRD akan menggelar Badan Musyawarah (Bamus) untuk membahas pembentukan Pansus, serta memanggil Direktur PT Huadi Nickel Alloy, Bupati Bantaeng, Kapolres, dan pihak terkait lainnya pada 11 September 2025. DPRD juga menyatakan akan mendesak PT Huadi untuk membayar pesangon sesuai hasil kesepakatan tripartit 29 Juli 2025.


SBIPE Bantaeng menegaskan akan terus mengawal proses ini hingga seluruh hak buruh dipenuhi. “Kami tidak akan berhenti sebelum PT Huadi tunduk pada hukum dan memenuhi hak normatif buruh. Apa yang mereka lakukan hari ini adalah bentuk perampasan hak dan demokrasi buruh. Dan kami akan melawan sampai menang,” tutup Ketua SBIPE.

Posting Komentar untuk "SBIPE Bantaeng Ungkap Dugaan Manipulasi Data Upah BPJS dan Pelanggaran Perjanjian Tripatrit Oleh PT. Huadi"